Minggu, 30 Maret 2014

TGB DAN ISLAMIC CENTER NTB


Antara TGB dengan Islamic Center


Islamic Center adalah salah satu cita cita panjang masyarakat Nusa Tenggara Barat.  Gagasan pembangunan Islamic Center ini sendiri telah diwacanakan semenjak Nusa Tenggara Barat dipimpin oleh Jenderal Warsito. Kemudian mengemuka lebih intens ketika Gubernur Harun Alrasyid.  Waktu itu wacananya bahkan sudah mengarah kepada lokasi, yaitu di jalan udayana, sehingga akan menjadi ikon NTB.  Setiap orang yang datangari luar NTB, yang mendarat di bandara Selaparang, maka pemandangan pertama kereka adalah bangunan Islamic Center.

Namun menjadi lebih serius, ketika Gubernur Lalu Serinata memimpin Nusa Tenggara Barat.   Pada waktu itu, dibentuklah panitia pembangunan Islamic Center yang diketuai oleh Walikota Mataram Muhammad Ruslan.   Saya sendiri masuk dalam kepanitiaan, sebagai salah seorang koordinator bidang sosialisasi.  Sementara koordinator bidang perencanaan pembangunannya diserahkan ke Prof Hadi, Dekan Fakultas Teknik Universitas Mataram.

Saya juga ikut ketika panitia mengadakan studi banding ke beberapa Islamic Center yang sudah ada, yaitu ke Mesjid Agung Surabaya dan Almarqaz Al Islami di Makassar, Sulawesi Selatan.  Beberapa anggota panitia yang ikut studi banding trsebut diantaranya Lalu Wardi dari Bappeda, Pak h sukardi dari BKKBN, Prof Hadi dari Unram, dan lain-lain.  Sekembali dari studi banding tersebut, panitia cukup intensi mengadakan pertemuan untuk membahas rencana lokasi yang akan diusulkan untuk menjadi tempat pembangunan IC tersebut.   Pada akhirnya, panitia kemudian merumuskan tiga alternatif lokasi dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Yang pertama adalah di areal sekitar Gedung KONI Mataram, bersebelahan dengan Mesjid Raya Attaqwa Mataram.  Kelebihannya lokasinya berada di Jalan Protokol, berdekatan dengan areal yang berpenduduk padat, yaitu kelurahan Dasan Agung.  Cuman harus menghapauskan gedung olahraga; dari segi luas areal, tidak seluas alternatif kedua, yaitu areal eks gedung kantor bupati lombok barat, di jalan sriwijaya.  Persoalannya areal eks kanntor bupati adalah milik pemda lombok barat.  Belum tentu pemda lombok barat mau menyerahkan tanah yang menjadi asetnya untuk pembangunan IC dengan cuma-cuma.   Karena tentu mereka sangat berkepentingan untuk menjadikan asetnya sebagai salah satu sumber pendapatan.  Artinya mereka pasti akan mau menyerahkan asetnya kalau dibeli.  Pada waktu itu memang sedang ada negosiasi dengan fihak ketiga untuk proses jual beli atau tukar guling aset tersebut.

Alternatif ketiga adalah di lahan yang menjadi milik provinsi di jalan lingkar selatan.  Kelebihannya jika memilih lokasi ini adalah luasnya dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.  Karena di daerah tersebut belum ada bangunan, masih berupa sawah.   Ini meniru pembangunan Mesjid Agung Surabaya, yang dibangun di luar kota surabaya.  Kekurangannya jika memilih lokasi tersebut, maka akan perlu waktu yang lama baru bisa terisi.   Seperti halnya mesjid agung surabaya, untuk menjangkaunya, harus menggunakan kendaraan.  Sementara di sekitarnya pada waktu itu pemukiman masih belum banyak.

Kalau tidak salah, sampai di situlah panitia pembangunan tersebut bekerja.  Setelah itu, laporan di serahkan ke gubernur.   Dan tidak ada lagi undangan-undangan untuk mengadakan rapat rapat.  Hanya plang panitia yang tetap bertahan di depan pendopo walikota mataram.  Namun aktivitas panitia menjadi vakum, sampai dengan penggantian Gubernur NTB dari Lalu Serinata kepada Tuan Guru Bajang, TGKH Muhammad Zainul Majdi, MA pada tanggal 17 September 2008, yang bertepatan dengan 17 Ramadhan 1430 H.

Wacana pembangunan Islamic Center itu sendiri tidak lagi muncul.  Itu sebabnya dalam RPJMD NTB 2009-2013 tidak tercantum.   Karena kawan-kawan di Bappeda sendiri tidak lagi mendiskusikan atau mewacanakan pembangunan IC tersebut.  Bahkan sampai kemudian Prof Hadi meninggal dunia, panitia pembangunan tidak lagi eksis.

Barulah hidup lagi menjelang Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau Musrenbang Provinsi tahun 2009 wacana pembangunan Islamic Center muncul lagi.   Di sela-sela arena Musrenbang yang dihadiri oleh hampir seluruh bupati walikota se NTB, Bapak TGB, selaku Gubernur NTB menyampaikan secara resmi dan meminta persetujuan para Bupati Walikota terkait rencana beliau untuk memulai pembangunan Islamic Center tersebut dengan lokasi di areal Gedung KONI dan sekitarnya.   Bahkan menurut pak Gubernur waktu itu, tidak hanya Koni yang dibebaskan, namun juga gedung SPMA dan SMPN 6 Mataram. “kita perlu areal yang agak luas. Sehingga nantinya bangunan IC tersebut akan dapat juga dilihat dari Jalan Udayana,” kata pak Gubernur.  Para Bupati dan Walikota secara aklamasi menyetujui dan mendukung. Bahkan bapak H. Muhammad Ruslan, walikota Mataram mengatakan “saya siap mendukung, bahkan nanti kalau sudah jadi, biar saya yang jadi merbotnya,” kata beliau dengan bersemangat.

Ada tiga alasan, mengapa TGB memilih areal KONI sebagai lokasi pembangunan IC NTB.  Pertama, kata beliau pada saya ketika mendiskusikan rencana pembangunan IC tersebut, supaya IC ini benar-benar berada di jantung Kota Mataram.  Jangan dipinggiran. “saat ini, kalau kita berjalan dari Ampenan sampai Narmada, tidak ada bangunan mesjid yang dapat kita banggakan sebagai simbol bahwa kita mayoritas. Mesjid Attaqwa sendiri sekarang sudah tenggelam, dimana posisi jalan raya lebih tinggi dari mesjid itu sendiri. Sehingga kalau orang luar datang ke Mataram, tidak bisa menyimpulkan kalau sesungguhnya islam adalah agama mayoritas di daerah ini. Oleh karena itu areal Konilah menurut saya yang paling pas.  Dan jangan hanya KONI, tapi juga terus ke timur, di areal SPMA dan SMP 6. Sehingga benar-benar IC itu berdiri di jantung kota Mataram; bisa terlihat dari dua jalan utama, Jalan Langko dan Udayana.” Kata beliau, ketika pertama kali beliau menanyakan soal rencana pembangunan IC dengan saya.   Waktu itu saya dipanggil sendirian, sebagai Kepala Bappeda yang juga kebetulan ikut dalam kepanitiaan pembangunan IC yang dibentuk Gubernur Lalu Serinata.

Alasan kedua, jika kalau di areal KONI, maka pasti jemaah yang ada di Mesjid Raya akan otomatis menjadi jemaah IC. Artinya, kita tidak perlu hawatir akan kekurangan jemaah.  Apabila kita membangun di tempat lain, apalagi di jalan lingkar yang masih sepi, maka belum tentu akan langsung terisi.  Harus menunggu perkembangan pemukiman penduduk sekian lama dulu, baru akan terisi.  

Yang ketiga, menurut beliau, di IC tersebut nantinya harus berdiri juga lembaga pendidikan Islam yang berkelas dunia.  Bukan hanya mesjid.  Karena itu maka lokasinya harus berada di tempat yang mudah di akses bagi anak-anak yang nantinya akan menjadi murid di situ.

Minaret 99
Satu lagi yang beliau sarankan untuk pembangunan IC, yaitu “di bangunan mesjid itu harus ada menaranya yang tinggi, yang tingginya sekitar seratus meteran,” kata beliau. “sehingga benar-benar menjadi ikon Mataram atau NTB. Yang monumental.”  Darii gagasan beliau itulah yang kemudian berkembang menjadi Minaret 99, dimana tinggi menara yang menjadi simbol IC NTB tersebut didesain secara keseluruhan sampai ujungnya adalah 114 meter dan dek yang dapat dinaiki adalah 99 meter.  Dari ketinggian 99 meter ini pengunjung akan dapat menikmati keindahan kota Mataram.   Dengan kata lain saya ingin menceriterakan bahwa gagasan Minaret 99 itu adalah murni dari Bapak Gubernur NTB, Bapak TGB KH Muhammad Zainul Majdi, MA.

Mekanisme Pembangunan

Setelah TGB mengemukakan rencana akan dimulainya pembangunan IC di hadapan para Bupati/Walikota, barulah kemudian mulai dibahas secara intens oleh para fihak, Bappeda, Dinaas PU, Biro Umum, dan lain-lain terkait dengan proses perencanaan dan pembangunan IC tersebut.  Salah satu topik yang didiskusikan adalah apakah mekanisme pembangunan yang akan dipilih.  Apakah pembangunan akan dilaksanakan oleh panitia pembangunan atau oleh SKPD terkait.   Mekanisme ini akan menentukan bentuk panitia pembangunan yang akan disusun. 

Saya teringat, salah seorang mantan panitia pembangunan IC sebelumnya, yaitu Bapak Drs. H. Mahfudz, yang juga mantan kepala kanwil departemen agama provinsi NTB mendatangi saya, membawakan SK dan susunan kepanitiaan pembangunan IC yang telah diterbitkan oleh Gubernur Lalu Serinata.  Kalau tidak salah di situ beliau adalah sekretaris umumnya.  Panitia yang belum sempat mengeksekusi pembangunan tersebut.

Kembali ke soal mekanisme. Pilihannya ada dua: pertama, pembangunan dilaksanakan oleh panitia pembangunan ataupun yayasan yang khusus dibentuk untuk itu.  Jika ini dipilih, maka pemerintah akan memberikan bantuan hibah atau bantuan sosial ke panitia atau yayasan.  Panitia atau yayasanlah yang akan bertanggung jawab sepenuhnya, baik terhadap proses perencanaan pembangunan, sampai pada pelaksanaan pembangunan.  Panitialah yang akan menentukan siapa yang akan menjadi pelaksana atau kontraktor pembangunan.   Dengan kata lain, seperti mekanisme pelaksanaan  pembangunan-pembangunan mesjid pada umumnya.  Jika ini yang dipilih, maka kepanitiaan akan bernama Panitia Pembangunan Islamic Center NTB.

Alternatif lainnya, adalah dengan menyerahkan sepenuhnya pada instansi terkait.  Dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum Provinsi. Jika ini yang dipilih, maka seluruh sumbangan masyarakat akan diserahkan dalam bentuk sumbangan fihak ketiga kepada pemerintah, masuk dalam mekanisme APBD.

Setelah beberapa kali diskusi, maka akhirnya dipilih alternatif kedua. “Itu yang paling aman, panitia hanya bertugas mengumpulkan sumbangan dan dana dari masyarakat,” kata Kepala Biro Umum waktu itu, yaitu Ir Iswandi. Karenanya, panitianya menjadi Panitia Pengumpulan Dana Masyarakat Untuk Pembangunan Islamic Center Nusa Tenggara Barat.  Ketua Umumnya langsung Bapak Gubernur dan kepala Bappeda sebagai Ketua Hariannya.

Alhamdulillah, akhirnya tepat pada tanggal 17 Ramadhan 1431 H, bertepatan dengan tanggal …….. ground breaking pembangunan Islamic Center NTB yang telah sekian lama menjadi angan-nagan masyarakat Nusa tenggara Barat dimulai; dengan memulai pembangunan gedung lembaga pendidikannya, yang berlokasi di eks Gedung KONI. Bapak Tuan Guru Bajang KH Muhammad Zainul Majdi, MA, bersama dengan pimpinan DPRD, tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat, meletakkan batu pertamanya.   Peletakan batu sejarah, yang menandai dimulainya pembangunan Islamic Center tersebut.  Saya juga ikut masuk ke dalam lubang lokasi peletakan batu pertama, berdiri di belakang para tokoh yang secara bergiliran meletakkan fondasi pembangunan gedung lembaga pendidikan IC.  Sementara pembangunan mesjidnya pada waktu itu belum dapat dimulai karena proses penghapusan gedung SPMA dan SMP 6, pada saat itu belum dapat diselesaikan. Subhanallah. (Jakarta, 280314).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar