Membangun Berbasis IPTEK
Oleh Dr. Rosiady Sayuti
Banyak hal yang sangat menarik dan membedakan perayaan Hari
Ulang Tahun NTB yang ke 56 tanggal 17 Desember kemarin. Disamping ada terjun
payung oleh para penerjun dari TNI Angkatan Udara, juga diberikan penghargaan
kepada warga NTB yang telah berprestasi di berbagai bidang. Salah satu bidang tersebut adalah bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ada kelompok mahasiswa Universitas Teknologi Sumbawa
yang menang dalam lomba International Genetically Enginered Machine di Boston,
Amerika Serikat; ada yang mendapatkan penghargaan dalam ajang International
Children’s Art Exibition, ada yang berhasil menemukan beragam teknologi tepat
guna, seperti Mobile Switch Controller, Desain Kompor Gas, Tadon Air Teron
(Taron), Mensin Pengering Gabah/jagung,
dan penemu oven kopi, dan lain-lain. Beberapa tahun yang lalu ada anak SMA yang
menemukan cara ngecas HP sambil berjalan, ada yang dapat mengubah arus listrik
dari AC ke DC dan sebaliknya. Mungkin
masih banyak lagi deretan inovasi yang telah ditelorkan oleh anak-anak kita
dari NTB.
Hal tersebut menunjukkan bahwa anak bangsa dari NTB tidak
kalah dibandingkan dengan anak- anak dari daerah lain, dalam hal inovasi
berbasis ilmu pengetahuan. Ini adalah suatu modal utama yang perlu dikelola
dalam rangka menuju apa yang disebut oleh teman-teman dari Kementrian Ristek,
Knowledge Base Community, atau masyarakat berbasis ilmu pengetahuan. Masyarakat
yang dalam kesehariannya selalu akrab dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain, masyarakat yangramah IPTEK. Kalaupun hingga saat ini NTB masih dalam
urutan bawah terkait rangking IPM, tidak berarti kita tidak boleh mengejar
daerah lain dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan pemanfaat IPTEK dalam
membangun daerah. SDM kita yang
berkualitas relatif banyak. Baik yang berada di Perguruan Tinggi yang ada di
NTB, maupun di lembaga-lembaga penelitian di daerah ini. Dan sesungguhnya,
ikhtiar kita untuk ke arah itu sudah dimulai, dengan dicanangkannya Sistem
Inovasi Daerah (SIDa) di NTB oleh Menteri Riset dan Teknologi RI, Prof. Gusti Muhammad
Hatta pada tahun 2012 yang lalu di kawasan RPH Banyumulek. Teknologi yang
diluncurkan sebagai unggulan SiDa di NTB kala itu adalah IB sexing. Dengan teknologi tersebut, peternak dapat mengikhtiarkan
jenis kelamin anak sapi yang diinginkan.
Jantan atau betina. Belakangan
Unram juga dipercaya untuk menjadi Center of Excellence Pengembangan Ternak
Besar di kawasan Nusa Tenggara, mengalahkan pesaingnya dari Universitas Udayana
dan Nusa Cendana
Apa itu SIDa?
Untuk mendorong daerah dan masyarakat menjadi ramah IPTEK,
artinya mampu menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai alat yang
dipergunakan dalam membangun, Kementrian Riset dan Tenologi memiliki program
yang dikenal dengan SIDa, atau Sistem Inovasi Daerah. SIDa ini
merupakan sebuah pola pendekatan pembangunan daerah yang
dilakukan secara sistemik dan sistematis. Melalui pendekatan pembangunan SIDa
ini, akan tumbuh di daerah daya inovasi dari masyarakat, yang ‘dipancing
melalui suatu teknologi tertentu untuk pengembangan suatu kooditas tertentu.
NTB dengan potensi bibit sapi yang sudah dikenal luas di
Indonesia, harus dapat mempertahankan dan mengembangkan diri sedemikian rupa,
dengan berbagai cara, agar gelar sebagai gudang bibit sapi tersebut dapat
berkelanjutan. IB sexing, yang
diperkenalkan sebagai salah satu teknologi untuk pengembangan bibit sapi
tersebut, haruslah kemudian memasyarakat.
Tidak sampai uji coba di laboratorium saja. Demikian pula teknologi
lainnya, seperti teknologi pakan ternak dan sarana produksi lainnya.
Demikian juga dalam hal pengembangan komoditas unggulan
lainnya, seperti jagung dan rumput laut. Pengembangan komoditas tersebut tidak
dapat lagi dilaksanakan secara tradisional.
Baik untukmeningkatkan jumlah secara kuantitatif, maupun dalam rangka
kita memperbaiki mutu atau kualitas.
Hasil-hasil peneltiain selama ini yang terkait dengan haltersebut harus
dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Kalangan PT atau para peneliti di lembaga-lembaga penelitian harus
secara sadar, memperkenalkan teknologi yang mereka miliki. Interaksi antara para peneliti dengan para
pengguna teknologi, para ketani, hendaknya menjadi lebih intens lagi. Di sisi lain,
sikap ramah ilmu pengetahuan dan teknologi, hendaknya menjadi sikap
masyarakat kita secara keseluruhan. Indikatornya
adalah secepat apa masyarakat kita dapat mengadopsi teknologi yang relevan
dengan kebutuhan mereka dalam berproduksi.
Indikator lainnya adalah seperti apa budaya baca masyarakat kita
sekarang ini. Karena budaya baca atau budaya tulis ini
meruapakan salah satu persyaratan bagi terwujudnya masyarakat yang ramah IPTEK
(knowledge based community).
Kehadiran SIDa di daerah hendaknya dapat dimanfaatkan untuk
menuju masyarakat yang ramah IPTEK.
Teknologi yang dikembangkan melalui SIDa ini juga tentu tidak terbatas
pada apa yang telah dilaksanakan di awal berdirinya SIDa yang kebetulan
dukungan dananya juga berasal dari Kementrian Ristek. Idealnya, SIDa ini terus dikembangkan menjadi
program daerah, yang sumber pendanaannya berasal dari APBD. Baik provinsi
maupun kabupaten/kota. Karena manfaatnya sudah sangat jelas, dalam rangka
meningkatkan produktivitas masyarakat.
Disamping itu, melalui SIDa ini juga akan meningkatkan daya saing
daerah. Tujuan lainnya adalah dalam rangka menciptakan iklim investasi yang
kondusif untuk menarik investor. Pada saat yang sama, dengan SIDa ini
diharapkan dapat terwujud adanya kebijakan yang berlandaskan asas keberlanjutan
dan berwawasan lingkungan. Bukan sekedar
‘running bussiness as usual.’ Wallahu a’lam bissawab.