Kamis, 27 Januari 2022

KELAHIRAN NWDI SEBAGAI ORMAS

Oleh: H. Rosiady Sayuti, Ph.D. Ketua I PB NWDI Kalau kita memperhatikan perjalanan sejarah sebuah organisasi besar, kita akan menemukan sebuah kesimpulan yang sama. Tidak ada satupun organisasi besar, apapun namanya, yang tidak luput dari cobaan, tantangan, dan rintangan. Bahkan dalam organisasi keislaman kita bisa menceriterakan perjalanan sejarah berbagai organisasi kelembagaan Islam sejak wafatnya Rasulullah SAW. Di tanah air, sejak berdirinya organisasi keislaman pertama yang bernama Sarikat Dagang Islam (1905) oleh H. Samanhudi, yang kemudian berganti nama dibawah kepemimpinan HOS Tjokroaminoto menjadi Sarikat Islam, pada tahun 1912; Muhammadyah oleh KH Ahmad Dahlan pada tahun 1912, Nahdlatul Ulama oleh Khadratussyeikh KH Hasyim Asyari pada tahun 1926, dan seterusnya sampai dengan didirikannya Nahdlatul Wathan oleh Almagfurlah Maulanasyeikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid pada tahun 1953. Umumnya, cobaan itu datang setelah sang pendiri wafat. Secara pribadi, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid yang sewaktu baru kembali dari Makkah Al-Mukarromah pada tahun 1933, berarti pada usia 26 tahun, langsung mendapatkan tantangan atau cobaan dari Allah SWT melalui masyarakat di desa Pancor. Beliau diberikan dua pilihan yag serba dilematis: boleh menjadi imam di Masjid Pancor atau (bukan dan) silahkan mendirikan madrasah atau sekolah. Dalam pandangan sosiologis, kebolehan menjadi imam shalat berjamaah di masjid adalah sebuah pengakuan masyarakat akan keilmuan keagamaan seseorang. Karena di desa, pada zaman itu, yang juga berlaku di desa-desa tradisional di Lombok hingga hari ini, tidak sembarang orang dapat menjadi imam shalat berjamaah di masjid desa. Sekalipun orang yang bergelar doktor di bidang agama Islam. Kembali ke Pancor 1933. Dalam tulisan sejarah ke-NW-an yang ditulis oleh Dr. Muslihun Muslim diceriterakan bahwa Zainuddin Abdul Majid muda, yang kemudian oleh masyarakat Pancor dipanggil sebagai Tuan Guru Bajang, tidak memiliki keraguan ketika kemudian memilih yang kedua. Mendirikan sekolah atau madrasah. Beliau kemudian mendirikan pondok pengajian Al-Mujahidin yang setelah beberapa tahun berkembang, kemudian beliau mendirikan sekolah atau madrasah yang sifatnya klasikal. Madrasah itulah yang beliau namakan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah. Madrasah NWDI. Pilihan nama yang tentu tidak terlepas dari kondisi tanah air pada waktu itu yang sedang dalam masa penjajahan Belanda. Nahdlatul Wathan sendiri berarti Pergerakan Tanah Air. Madrasah atau sekolah NWDI yang secara resmi terdaftar di pemerintahan pada saat itu. Didirikan pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/22 Agustus 1937 M. Pilihan nama madrasah Nahdlatul Wathan di awal nama madrasah ini menjadi salah satu bukti yang terdokumentasi akan semangat nasionalisme almagfurlah sejak muda, ketika diajukan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2017 yang lalu. Hari lahirnya Madrasah NWDI itulah yang ditradisikan oleh Almagfurlah dalam acara tahunan di Pancor dengan nama Hultah NWDI. Dari murid-murid beliau generasi pertama, kemudian madrasah NWDI ini berkembang. Pada masa-masa awal di era kemerdekaan, tercatat ada 9 madrasah yang berdiri. Di antaranya adalah Madrasah As-Saadah Kelayu, Madrasah Nurul Yaqin Praya, Madrasah Nurul Iman Mamben, Madrasah Shirat al-Mustaqim di Rempung, Madrasah Hidayah al-Islam di Masbagek, Madrasah Nurul Iman di Sakra, Madrasah Nurul Wathan di Mbung Papak, Madrasah Tarbiyah al-Isloam di Wanasaba, Madrasah Far’iyah di Pringgesela. Setelah madrasah-madrasah tersebut berkembang, maka pada tahun 1953, beliau mendirikan Organisasi Masa Keislaman dengan nama Nahdlatul Wathan. Dalam tulisan Dr. Muslihun Muslim, kemudian belakangan Dr. Supratman Muslim al-Munzie, diceriterakan bahwa niat awal dari pendirian organisasi Nahdlatul Wathan ini adalah untuk “menjaga” madrasah-madrasah yang ketika itu baru mulai tumbuh. Organisasi ini secara resmi didaftarkan di negara melalui akta notariat Nomor 48 Tahun 1957 yang dibuat dan disahkan oleh Notaris Pembantu Hendrix Alexander Malada di Mataram. Secara pribadi, saya mengenal NW sejak masih di bangku SD karena waktu itu saya juga ikut sekolah sore di Madrasah Ibtidakyah NW Kotaraja. Hampir setiap tahun saya diajak untuk mengikuti Hultah di Pancor. Sampai kemudian ayah saya (alm Drs. H. Suud Sayuti) menjadi Pengurus Wilayah NW Provinsi NTB dan menjadi panitia ketika Muktamar ke VII NW dilaksanakan di Mataram pada tanggal 30 November – 3 Desember 1973. Dinamika organisasi ini terus saya ikuti melalui ceritera-ceritera dari orang tua saya maupun dengan membaca dokumen yang dibawa ke rumah oleh beliau. Sampai kepada peristiwa yang terjadi ketika Muktamar NW dilaksanakan di Praya pada tahun 1998, setahun setelah Mualanasyeikh wafat. Wasiat dan Ishlah Wasiat Renungan Massa, adalah sebuah karya sastra religi Maulanasyeikh yang fenomenal. Dalam wasiat tersebut, ternukil berbagai pemikiran, pandangan, dan bahkan wawasan beliau tentang masa depan. Semua fikiran, pandangan, maupun wawasan tersebut dituliskan dalam bentuk syair puisi dalam empat baris. Ada di antara syair-syair tersebut yang mudah difahami, namun banyak juga yang tidak secara otomatis dapat dimengerti, apa yang beliau maksudkan. Ada dua bait yang penulis jadikan contoh, yang menurut penulis tidak mudah ditafsirkan. Yang pertama: Di sana sini berangsur-angsur Di Lombok Tengah dan Lombok Timur Rasyid di barat sampai terkubur Pada akhirnya NW Mengatur Yang kedua, Seperlima abad anakku berpisah Selama itu timbullah fitnah Di sana sini anakku berbantah Sesama saudara di dalam Nahdlah Untuk yang pertama, ada yang menafsirkan munculnya TGB Dr. Muhammad Zainul Majdi menjadi gubernur sebagai wujud dari maksud bait tersebut. Yang belum tentu juga semua menyetujuinya. Nah untuk yang kedua, dua tahun yang lalu di sebuah acara pelatihan ke-NW-an di Islamic Center, ada salah seorang peserta yang menanyakan makna dari bait tersebut ke Tuan Guru Bajang Dr. Muhammad Zainul Majdi. Beliau menjelaskan makna seperlima abad itu tidak harus diartikan secara harfiah dua puluh tahun, tapi diartikan sebaga sebuah masa yang tidak sebentar. Waktu yang cukup lama, sebagai ujian dari Allah SWT. “dan kita terus berikhtiar, agar organisasi ini kembali bersatu seperti zaman al-Magfurlah,” pungkas TGB mengakhiri penjelasannya waktu itu. Ormas NWDI sebagai Solusi Dualisme kepengurusan dalam Organisasi Massa Keislaman Nahdlatul Wathan telah menjadi perhatian pemerintah pusat. Ini tidak terlepas dari ketokohan Tuan Guru Bajang Dr. Muhammad Zainul Majdi yang menjadi Ketua Umum di salah satu SK Menkumham RI. Bentuk perhatian tersebut adalah dengan memediasi islah di antara kedua kepnegurusan dengan mengundang mereka dalam pertemuan-pertemuan mediasi. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut dibicarakan solusi alternatif yang dapat disepakati oleh kedua belah pihak. Puncaknya adalah ketika kemudian Direktur Jenderal AHU KEMENKUMHAM RI, Cahyo Rahadian Muzhar, SH.,LLM., yang merupakan sahabat baik L.M. Hayyanul Haq, SH, LLM. dosen FH Unram, datang ke Mataram lengkap dengan jajarannya pada tanggal 21 – 25 Maret 2021. Beliau membawa rancangan formulasi yang kemudian menjadi bahan diskusi kedua kepengurusan. Salah satunya yang paling essensial adalah usulan untuk membentuk organisasi massa keagamaan yang baru yang namanya berbeda dengan nama organisasi Nahdlatul Wathan. Misalnya Nahdlatul Wathan Pancor. Ada yang mengusulkan An-Nahdah Al-Wathan dan beberapa nama lain. Yang penting tidak persis sama dengan Nahdlatul Wathan. Subhanallah, kami semua sangat terharu dan bangga, ketika Tuan Guru Bajang sendiri yang mengusulkan ke KEMENKUMHAM nama Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI). Nama tersebut tidak muncul sama sekali dalam diskusi yang dilaksanakan dalam rangka islah yang difasilitasi oleh Dirjen AHU tersebut. Nama yang kemudian masuk dalam butir-butir kesepakatan antara Pengurus PB NW yang diketuai oleh Tuan Guru Bajang Dr. Muhammad Zainul Majdi dan Pengurus PB NW yang diketuai oleh RTGB Muhammad Zainuddin Tsani. Dalam kesepakatan islah tersebut, eksplisit disebutkan bahwa NW dan NWDI memiliki kesetaraan dalam mengemban perjuangan Nahdlatul Wathan. Kedua Ormas NW dan NWDI bergandengan tangan, dalam filosofi “fastabiqul khairat” untuk umat dan Bangsa. Peristiwa yang diharapkan sebagai solusi atas kemelut kepengurusan NW selama lebih dari seperlima abad atau dua puluh tahun sejak 1998, terjadi pada tanggal 23 Maret 2021 atau bertepatan dengan tanggal 9 Syakban 1442 H. Pertanyaannya adalah, apakah kelahiran NWDI sebagai ormas ini adalah sebagai solusi sementara untuk kembalinya Satu PB NW sebgaimana disitir dalam salah satu bait Wasiat Renungan Massa, ataukah bagaimana? Kita serahkan sepenuhnya kepada Sang Maha Pengatur Jagat Raya ini. Wallahu a’lam bissawab. Selamat ber- Muktamar NWDI yang Pertama, di Pancor, insha Allah pada tanggal 29-31 Januari 2021. Khidmat Kepada Ummat, Bangun Indonesia Maju. Sukses dan Barokah, insha Allah (Jkt, 1501-2022; dimuat di Harian Lombok Post, 19 Januari 2022).