9. Menggagas Pra Musrenbang
Provinsi
Salah satu gagasan inovatif
yang, maaf, saya lontarkan kepada teman-teman saya di Bappeda adalah
pelaksanaan Pra Musrenbang. Artinya akan
ada Musrenbang Pendahuluan sebelum dilaksanakannya musrenbang provinsi yang
sudah menjadi agenda tahunan. Hal itu
didasari bahwa selama ini, musrenbangprov terasa kurang efektif dalam menyerap
berbagai macam aspirasi masyarakat.
Termasuk aspirasi kabupaten/kota yang mereka usung. Bahkan ada kesan musrenbangprov adalah
seremonial normatif yang tidak banyak mendengar suara dari kabupaten/kota. Mungkin ada juga suara yang mengatakan kalau
musrenbangprov sebagai proses legitimasi hasil Farum SKPD Provinsi. Dengan kata lain, dokumen perencanaan yang
dihasilakna dlam musrenbangprov lebih didominasi oleh usulan SKPD-SKPD
provinsi. Sedikit sekali atau bahkan
tidak ada yang berasal dari masyarakat atau dari pemerintahan di bawahnya.
Latar belakang lainnya adalah
adanya kenyataan bahwa NTB terdiri dari dua pulau besar, yaitu Sumbawa dan
Lombok. Mungkin ada baiknya kalau
sebelum musrenbangprov diadakan, pemerintah kabupaten/kota yang berada dalam
satu pulau bertemu atau dipertemukan terlebih dahulu. Bukan tidak mungkin aspirasi dari masyarakat
atau pemerintahan di pulau yang sama akan memiliki karakteristik yang sama
pula. Jika pemerintahan di pulau-pulau
besar seperti Sulawesi, Sumatra, Kalimantan masing-masing memiliki asosiasi
pemerintahan sendiri, mengapa kalau kabupaten/kota di satu pulau di NTB ini
juga dikumpulkan dalam proses perencanaan pembangunannya. Siapa tahu akan lahir program bersama, yang
dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembangunan bagi masyarakat. Juga, dalam forum seperti itu, diskusi antara
pemrov dengan para peserta di satu pulau mungkin juga dapat lebih intens,
sehingga program yang ditawarkan oleh pemprov dari awal sudah mendapat
legitimasi dari pemkab/pemkot. Akan ada waktu yang lebih banyak dan lebih
longgar untuk proses diskusi antara SKPD Provinsi yang hadir di acara pra
musrenbang tersebut dengan SKPD kab/kota yang relevan.
Singkat cerita, program pra
musrenbang tersebut kemudian disetujui oleh tean-teman di Bappeda. Yang menjadi
persoalan adalah dari mana dananya? Karena waktu itu, untuk tahun anggaran
2009, kegiatan Pra Musrenbang belum masuk dalam anggaran Bappeda. Maklum karena
memang selama ini tidak ada acara seperti itu.
Untungnya, pada waktu itu ada program donor internasioal yang salah satu
fokus kegiatannya adalah terkait dengan good governance. Orang-orang yang mengelola program GTZ itu
juga saya kenal baik. Akhirnya kami mengkomunikasikan ide pra musrenbang
tersbut ke mereka, yang kemudian mereka setuju untuk mendanainya.
Maka kami sepakatilah pra
musrenbang untuk kabupaten kota se pulau sumbawa diadakan di Bima, sedangkan
untuk se pulau Lombok kami adakan di Mataram.
Sambil mencari bentuk, kira-kira seperti apa pra musrenbang seperti itu
diadakan. Yang jelas, teman-teman di kabupaten/kota menyambut antusias
diadakannya pra musrenbang ini. Maka
sejak 2009, Pra Musrenbang menjadi agenda rutin kami di Bappeda. Belakangan, yaitu sejak 2011 atau 2012,
Bappenas juga mengagendakan Pra Musrenbangnas. Bahkan dilengkapi juga dengan
Pasca Musrenbangnas, yang diikuti oleh Bappeda-Bappeda se Indonesia.
Saya tentu tidak berani mengatakan
kalau Bappenas meniru kita di NTB. Yang
jelas, mereka mulai melaksanakan acara Pra Musrenbangnas dua tahun setelah kita
di NTB. Agenda atau substansi acaranya
juga mirip-mirip, atau bahkan sama.
Yaitu ‘mempertemukan’ antara SKPD terkait atau kalau di pusat Kementrian
dan Lembaga dengan badan atau dinas sejenis di bawahnya. Bahkan belakangan Bappenas menyediakan dana
dekonsentrasi untuk pelaksanaan pra musrenbang tersebut, khusus untuk di
tingkat provinsi.
Dengan adanya Pra Musrenbang
ini, komunikasi program antara SKPD di Provinsi dengan di Kabupaten/Kota
menjadi lebih baik. Ada waktu yang lebih
banyak untuk mendisuksikan hasil Forum SKPD Provinsi dengan usulan dari
Musrenbang Kabupaten/Kota. Khususnya
menyangkut program-program infrastruktur, baik jalan, jembatan, pelabuhan,
maupun program unggulan Provinsi seperti Pijar, 3 A, NTB Hijau, dan
lain-lain. Memang pelaksanaan Pra
Musrenbang pertama belum menemukan model dan substansi yang harus dibahas. Hal ini karena para peserta masih mencari
bentuk. Tapi shared learning untuk
mempresentasikan apa yang diprogramkan oleh Provinsi di tiap-tiap pulau sudah
mulai dilaksanakan. Dr. Astia Dendi, pak
Arifin Aria Bhakti, dan kawan-kawan dari GTZ yang mensponsori Pra Musrenbang
pertama ini sangat terkesan dan puas.
Karena waktu itu pesawat ke Bima tidak setiap hari, maka kami kembali ke
Mataram dengan menggunakan kendaraan, sambil menikmati ‘hancurnya’ ratusan
kilometer jalan negara dari Bima ke Mataram.
Semangat kebersamaan dan dedikasi kami untuk membangun daerah NTB
tercinta mengalahkan lelahnya kami dalam perjalanan. Meski duduknya agak
berhimpit-himpitan, termasuk di dalam
kendaraan itu Dr. Iwan Harsono, namun perjalanan itu tetap mengesankan. (CARI FOTO PRA MUSRENBANG PERTAMA DI BIMA)
Sejak saat itu, Pra
Musrenbang terus dilaksanakan dengan tempat ber giliran di masing-masing
Pulau. Belakangan, asosiasi manejemen
pembangunan pemerintah kabupaten/kota se Pulau, yang diprakarsai pembentukannya
oleh Kementrian PDT ikut serta mewarnai agenda Pra Musrenbang tersebut. Yang
masih sulit untuk dilaksanakan adalah menjamin semua yang disepakati dalam Pra
Musrenbang, kemudian di ketok ketika Musrenbangprov, didanai di dalam APBD
Provinsi. Ada hitungan-hitungan yang
jelas, berapa persen dana APBD Provinsi yang dieksekusi untuk setiap
kabupaten/kota di NTB. Ujung-ujungnya adalah, kita berusaha untuk mendapatkan
dana dari Kementrian Lembaga. Salah satu contohnya adalah pendanaan Bendungan
Bintang Bano. Tadinya fihak Bappenas dan Kementrian PU tidak bersedia
memasukkan anggarannya. Hal ini karena memang, bendungan tersebut tidak
termasuk dalam skema bendungan yang akan didanai. Tidak masuk dalam RPJM Nasional
2010-2014. Namun karena fihak KSB
bersama dengan Bappeda provinsi tidak berputus asa mengangkat Bintang Bano
dalam berbagai pertemuan perencanaan, akhirnya fihak K/L mengalah juga. Mulai 2013, Bintang Bano sudah resmi masuk
dalam skema Kementrian Pekerjaan Umum.
Sehingga dana dari APBD KSB yang tadinya untuk Bintang Bano dapat
dipergunakan untuk mendanai program pembangunan lainnya. Wallhu a’lam bissawab.
(Mataram, 150314)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar