Sabtu, 15 Maret 2014

MENGGAGAS PRA MUSRENBANG PROVINSI


9. Menggagas Pra Musrenbang Provinsi

Salah satu gagasan inovatif yang, maaf, saya lontarkan kepada teman-teman saya di Bappeda adalah pelaksanaan Pra Musrenbang.  Artinya akan ada Musrenbang Pendahuluan sebelum dilaksanakannya musrenbang provinsi yang sudah menjadi agenda tahunan.   Hal itu didasari bahwa selama ini, musrenbangprov terasa kurang efektif dalam menyerap berbagai macam aspirasi masyarakat.  Termasuk aspirasi kabupaten/kota yang mereka usung.  Bahkan ada kesan musrenbangprov adalah seremonial normatif yang tidak banyak mendengar suara dari kabupaten/kota.   Mungkin ada juga suara yang mengatakan kalau musrenbangprov sebagai proses legitimasi hasil Farum SKPD Provinsi.  Dengan kata lain, dokumen perencanaan yang dihasilakna dlam musrenbangprov lebih didominasi oleh usulan SKPD-SKPD provinsi.  Sedikit sekali atau bahkan tidak ada yang berasal dari masyarakat atau dari pemerintahan di bawahnya.

Latar belakang lainnya adalah adanya kenyataan bahwa NTB terdiri dari dua pulau besar, yaitu Sumbawa dan Lombok.  Mungkin ada baiknya kalau sebelum musrenbangprov diadakan, pemerintah kabupaten/kota yang berada dalam satu pulau bertemu atau dipertemukan terlebih dahulu.  Bukan tidak mungkin aspirasi dari masyarakat atau pemerintahan di pulau yang sama akan memiliki karakteristik yang sama pula.  Jika pemerintahan di pulau-pulau besar seperti Sulawesi, Sumatra, Kalimantan masing-masing memiliki asosiasi pemerintahan sendiri, mengapa kalau kabupaten/kota di satu pulau di NTB ini juga dikumpulkan dalam proses perencanaan pembangunannya.  Siapa tahu akan lahir program bersama, yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembangunan bagi masyarakat.  Juga, dalam forum seperti itu, diskusi antara pemrov dengan para peserta di satu pulau mungkin juga dapat lebih intens, sehingga program yang ditawarkan oleh pemprov dari awal sudah mendapat legitimasi dari pemkab/pemkot. Akan ada waktu yang lebih banyak dan lebih longgar untuk proses diskusi antara SKPD Provinsi yang hadir di acara pra musrenbang tersebut dengan SKPD kab/kota yang relevan.

Singkat cerita, program pra musrenbang tersebut kemudian disetujui oleh tean-teman di Bappeda. Yang menjadi persoalan adalah dari mana dananya? Karena waktu itu, untuk tahun anggaran 2009, kegiatan Pra Musrenbang belum masuk dalam anggaran Bappeda. Maklum karena memang selama ini tidak ada acara seperti itu.  Untungnya, pada waktu itu ada program donor internasioal yang salah satu fokus kegiatannya adalah terkait dengan good governance.  Orang-orang yang mengelola program GTZ itu juga saya kenal baik. Akhirnya kami mengkomunikasikan ide pra musrenbang tersbut ke mereka, yang kemudian mereka setuju untuk mendanainya.

Maka kami sepakatilah pra musrenbang untuk kabupaten kota se pulau sumbawa diadakan di Bima, sedangkan untuk se pulau Lombok kami adakan di Mataram.   Sambil mencari bentuk, kira-kira seperti apa pra musrenbang seperti itu diadakan. Yang jelas, teman-teman di kabupaten/kota menyambut antusias diadakannya pra musrenbang ini.  Maka sejak 2009, Pra Musrenbang menjadi agenda rutin kami di Bappeda.  Belakangan, yaitu sejak 2011 atau 2012, Bappenas juga mengagendakan Pra Musrenbangnas. Bahkan dilengkapi juga dengan Pasca Musrenbangnas, yang diikuti oleh Bappeda-Bappeda se Indonesia.

Saya tentu tidak berani mengatakan kalau Bappenas meniru kita di NTB.  Yang jelas, mereka mulai melaksanakan acara Pra Musrenbangnas dua tahun setelah kita di NTB.  Agenda atau substansi acaranya juga mirip-mirip, atau bahkan sama.  Yaitu ‘mempertemukan’ antara SKPD terkait atau kalau di pusat Kementrian dan Lembaga dengan badan atau dinas sejenis di bawahnya.  Bahkan belakangan Bappenas menyediakan dana dekonsentrasi untuk pelaksanaan pra musrenbang tersebut, khusus untuk di tingkat provinsi.

Dengan adanya Pra Musrenbang ini, komunikasi program antara SKPD di Provinsi dengan di Kabupaten/Kota menjadi lebih baik.  Ada waktu yang lebih banyak untuk mendisuksikan hasil Forum SKPD Provinsi dengan usulan dari Musrenbang Kabupaten/Kota.  Khususnya menyangkut program-program infrastruktur, baik jalan, jembatan, pelabuhan, maupun program unggulan Provinsi seperti Pijar, 3 A, NTB Hijau, dan lain-lain.  Memang pelaksanaan Pra Musrenbang pertama belum menemukan model dan substansi yang harus dibahas.   Hal ini karena para peserta masih mencari bentuk.   Tapi shared learning untuk mempresentasikan apa yang diprogramkan oleh Provinsi di tiap-tiap pulau sudah mulai dilaksanakan.  Dr. Astia Dendi, pak Arifin Aria Bhakti, dan kawan-kawan dari GTZ yang mensponsori Pra Musrenbang pertama ini sangat terkesan dan puas.   Karena waktu itu pesawat ke Bima tidak setiap hari, maka kami kembali ke Mataram dengan menggunakan kendaraan, sambil menikmati ‘hancurnya’ ratusan kilometer jalan negara dari Bima ke Mataram.   Semangat kebersamaan dan dedikasi kami untuk membangun daerah NTB tercinta mengalahkan lelahnya kami dalam perjalanan. Meski duduknya agak berhimpit-himpitan,  termasuk di dalam kendaraan itu Dr. Iwan Harsono, namun perjalanan itu tetap mengesankan.  (CARI FOTO PRA MUSRENBANG PERTAMA DI BIMA)

Sejak saat itu, Pra Musrenbang terus dilaksanakan dengan tempat ber giliran di masing-masing Pulau.   Belakangan, asosiasi manejemen pembangunan pemerintah kabupaten/kota se Pulau, yang diprakarsai pembentukannya oleh Kementrian PDT ikut serta mewarnai agenda Pra Musrenbang tersebut. Yang masih sulit untuk dilaksanakan adalah menjamin semua yang disepakati dalam Pra Musrenbang, kemudian di ketok ketika Musrenbangprov, didanai di dalam APBD Provinsi.  Ada hitungan-hitungan yang jelas, berapa persen dana APBD Provinsi yang dieksekusi untuk setiap kabupaten/kota di NTB. Ujung-ujungnya adalah, kita berusaha untuk mendapatkan dana dari Kementrian Lembaga. Salah satu contohnya adalah pendanaan Bendungan Bintang Bano. Tadinya fihak Bappenas dan Kementrian PU tidak bersedia memasukkan anggarannya. Hal ini karena memang, bendungan tersebut tidak termasuk dalam skema bendungan yang akan didanai.  Tidak masuk dalam RPJM Nasional 2010-2014.   Namun karena fihak KSB bersama dengan Bappeda provinsi tidak berputus asa mengangkat Bintang Bano dalam berbagai pertemuan perencanaan, akhirnya fihak K/L mengalah juga.  Mulai 2013, Bintang Bano sudah resmi masuk dalam skema Kementrian Pekerjaan Umum.   Sehingga dana dari APBD KSB yang tadinya untuk Bintang Bano dapat dipergunakan untuk mendanai program pembangunan lainnya. Wallhu a’lam bissawab. (Mataram, 150314)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar