Senin, 10 Maret 2014

Menuju Birokrasi Klas Dunia


MENUJU BIROKRASI KLAS DUNIA
Oleh Dr. Rosiady Husanenie Sayuti

Asisten I Bidang Pemerintahan dan Tata Praja
Setda Provinsi Nusa Tenggara Barat

Alhamdulillah, cukup banyak ilmu yang saya peroleh dalam mengikuti Diklatpim Tingkat II yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI di Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur (PKP2A) kampus Jatinangor, Jawa Barat.   Diklat itu sendiri diselenggarakan selama kurang lebih 70 hari, sejak 3 September sampai dengan 8 Nopember 2013.

Salah satu topik yang menarik dalam Diklatpim ini adalah adanya visi dari LAN s untuk mewujudkan birokrasi Indonesia menjadi birokrasi kelas dunia.  Tidak kurang dari Kepala LAN sendiri membicarakan masalah itu.  Demikian pula para pembicara yang lain.  Ini artinya, “menjadi birokrasi kelas dunia” itu sudah tidak lagi sekedar menjadi  jargon, tapi sudah masuk dalam blue print atau grand design pembangunan aparatur pada Kementrian Negara Pembinaan Aparatur  dan Reformasi Birokrasi. Kelahiran UU Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sedang difinalisasikan di DPR, juga merupakan bagian dari grand design itu.  Konon, dalam ujian tulis calon PNS yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini, materinya sudah mencerminkan visi itu.  Pemerintah sudah mulai meletakkan dasar-dasar pada mindset para calon PNS, bagaimana mereka berkiprah ke depan; bagaimana mereka menata diri, menata perilaku dan cara berfikir, sehingga kualitasnya tidak kalah sama PNS dari negara lain.

Apa itu Kelas Dunia?

Isitilah kualitas kelas dunia sudah umum dipakai di dunia Perguruan Tinggi.  Ada isitilah (yang diapakai untuk promosi): World Class University atau Universitas Klas Dunia.  Tidak lain maksudnya adalah kualitas pengajar dan lulusan Perguruan Tinggi tersebut tidak jauh beda dengan kualitas Perguruan Tinggi yang ada di negara-negara maju.  Dari sisi SDM dan infrastruktur, ada semacam benchmark yang dipergunakan, misalnya: seberapa banyak penelitian dan publikasi ilmiah dengan kualitas internasional telah dihasilkan; berapa banyak professornya yang sudah ‘berkelas dunia.’ Seberapa banyak pendapat atau publikasi para professor tersebut telah dikutip oleh para peneliti atau pengajar lain dari kampus lain (yang dikenal dengan istilah citation index). Dan lain-lain.

Sementara itu, untuk membangun “birokrasi ber kelas dunia” tentu indikatornya berbeda. Menurut Sekertaris Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi Tasdik Kinanto, inti dari birokrasi berkelas dunia itu adalah birokrasi yang profesional, akuntabel dan melayani.   Menurut Togar Arifin Silaban, yang menulis buku tentang World Class Bureaucracy, “birokrasi kelas dunia adalah sistem yang mengelola administrasi pemerintahan dengan prinsip-prinsip good governance. Disana ada profesionalisme birokrat yang tinggi, kompetensi tinggi, transparansi dan akuntabilitas yang tinggi. Etos kerja para birokrat berada pada kematangan dan kedewasaan sistem birokrasi. Sistem bekerja efisien dan efektif.”  

Dengan kata lain, birokrasi klas dunia itu intinya pada dua sumbu: sumbu pertama adalah aparatur SDM itu sendiri; dan yang kedua adalah pada sistem, tata kelola administrasi atau governance.  

Antara SDM dan system, menurut teory System Thinking yang kami dalami  selama Diklatpim ini, saling mempengaruhi.  SDM yang baik akan melahirkan system yang baik.  System yang baik, akan mewujudkan birokrasi yang baik pula.  Dari mana mulainya?

Kalau itu pertanyaannya, saya akan menjawab tanpa ragu: SDMnya.  Inilah yang kita benahi terlebih dahulu.  System yang ada sekarang kita laksanakan sebagaimana mestinya; karena asumsinya, system yang ada sekarang sudah baik.  Ketika suatu hari kwalifikasi SDM yang kita bangun dan kembangkan telah meningkat, maka dengan sendirinya mereka akan dapat menakar, apakah system yang ada sekarang sudah cocok, atau perlu disempurnakan; dalam rangka memenuhi tuntutan layanan yang disediakan untuk publik.  Bukankah, seperti yang disampaikan Sektretaris Menpan di atas, bahwa ujung dari kualitas birokrasi itu sesungguhnya adalah kepuasan publik terhadap jasa layanan yang mereka sajikan.  Apa yang aparat birokrasi kerjakan sehari-hari di kantor tidak lain sesungguhnya adalah bagaimana meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap layanan birokrasi sehari-hari.  Karena esensi dari terbentuknya sebuah negara adalah bagaimana rakyat atau penduduk di negara itu dapat terlayani kebutuhannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Kalau kondisi pada hari ini, kesan umum terhadap pelayanan birokrasi masih belum ideal.  Bahkan jauh dari ideal. Masih cukup banyak terdengar kasus-kasus yang terjadi yang melibatkan aparatur yang kemudian muncul isitilah arogansi aparatur, ego sektoral, tidak profesional, asal-asalan, dan lain-lain.  Kesemuanya itu mencerminkan kualitas aparatur kita saat ini.  Bahkan tidak sedikit dari kalangan aparatur yang justru ‘minta dilayani’ oleh masyarakat, bukan menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat.

Saya ingat ketika masih kuliah di Amerika Serikat.   Dalam sebuah perjalanan, saya tersesat, dan masuk ke suatu kantor untuk menanyakan arah yang harus saya lalui.   Begitu mereka tahu masalah saya, secara langsung salah seorang dari pegawai yang ada di kantor itu kemudian menemui saya dan bahkan ke luar dari gedung itu untuk menunjukkan ke arah mana saya harus mengendarai kendaraan saya.  Dia rupanya merasa tidak cukup hanya dengan menunjukkan peta yang saya bawa.  Dia harus yakin bahwa saya faham apa yang dia jelaskan. Seperti itulah, mungkin, pelayanan yang seharusnya diberikan oleh aparatur yang nota bene berlabel klas dunia. Profesional, artinya faham yang mereka harus kerjakan, faham apa yang mereka harus berikan, dan faham bahwa apa yang diberikan itu adalah sesuai dengan apa yang dikehendaki masyarakat.  Bahkan mereka juga harus faham, apakah masyarakat puas atau tidak dengan layanan yang mereka berikan.  “As simple as that,” kata orang Amerika tadi, setelah melihat dari raut wajah saya, kalau saya faham kemana saya harus menuju, agar tidak tersesat.  Wallahu ‘alam bissawab. (Jatinangor, 19/10/13)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar