Minggu, 30 Maret 2014

BELAJAR DARI BELANDA



Merintis kerjasama dengan Belanda


Adalah Dr.Lalu Hayanul Haq, dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram yang sedang menyelesaikan kuliahnya di Universitas Utrecht Belanda, yang sangat bersemangat untuk menjalin kerjasama antara Pemprov NTB dengan Pemprov Utrecht Belanda. Alasannya jelas,  antara Utrecht dengan Nusa tenggara Barat memiliki kesamaan kesamaan yang relatif terhadap negaranya.  Artinya, menurut Aak, demikian biasa dia dipanggil di kampusnya, banyak praktek baik yang dilaksanakan oleh pemerintah Utrecht yang dapat ditiru atau dipelajari oleh pemrov NTB dalam hal melaksanakan pembangunannya.   Salah satu yang kongkrit adalah kita dapat mengirim staf ke Utrecht University untuk meningkatkan ilmu pengetahuannya. Baik melalui program pendidikan ber gelar, maupun yang non gelar, seperti kursus-kursus singkat.

Masih menurut Aak, Utrecht juga berpengalaman menjalin kerjasama dengan beberapa negara di kawasan Afrika.  “mumpung saya masih di sini,” kata beliau pada saya suatu ketika.  Saya fikir benar juga.  Bagiamanapun kerjasama-kerjasama seperti itu memang perlu dirintis, untuk kemudian dikembangkan sehingga dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi daerah.  Memang konsekuensinya kita harus mau mengeluarkan sedikit investasi, dari uang daerah.  Sebab untuk mendapatkan sponsor, tidak mudah, kalau kita tidak merintis dari awal.  Dan disitulah perlunya dana awal itu.

Maka pada tahun 2010 (Cek persisnya) saya menyediakan anggaran di Bappeda untuk dua kegiatan.  Pertama adalah untuk kegiatan Capacity Building Workshop on Good Governance.  Ini dimaksudkan untuk mendidik para pegawai khususnya yang ada di Bappeda-bappeda kabupaten/kota, provinsi, dan tokoh-tokoh potensial dari kalangan LSM.  “jatah” untuk LSM ini memang khusus diadakan karena permintaan dari Utrecht sperti itu.  Jadi dalam workshop itu nantinya akan ada dinamika yang positif, dimana proses interaksi diskusi tidak hanya melibatkan ‘suara’ birokrasi, tapi juga perlu ada suara non pemerintah.  Di situlah peran dari utusan peserta dari LSM.  Disamping juga peserta perwakilan dari kalangan akademisi.

Porsi anggaran lainnya adalah untuk keperluan perjalanan ke dan dari Utrecht Belanda.  Waktu itu kami anggarkan untuk mentor yang dari Belanda dan peserta terpilih dari NTB yang akan dikirim ke Belanda.  Dengan demikian, pelaksanaan workshop di Mataram akan diikuti dengan serius oleh para peserta karena ada ‘iming-iming’ empat orang akan dikirim ke Belanda.  Pembiayaan selama di Belanda juga mendapat bantuan dari Utrecht.  Kami tidak perlu membayar biaya workshop selama di Belanda.  Tapi kami menanggung biaya perjalanan para tutor yang dikirim dari Utrecht ke Mataram.  Kerjasamanya seperti itu.

Untuk memulai proses kerjasama itu, Gubernur NTB diundang ke Belanda pada bulan November 2010; untuk menanda tangani piagam kerjasama antara Universitas Utrecht dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat.  Sebagai Kepala Bappeda, saya ikut dalam kunjungan ke Belanda tersebut.  Kunjungan yang berlangsung pada akhir November 2010.

Gagasan Sister Province

Meskipun pada awalnya, kerjasama yang ditanda tangani Gubernur NTB adalah dengan Universitas Utrecht, namun rombongan kami diterima juga oleh Wakil Gubernur Provinsi Utrecht.  Dalam diskusi dengan wakil gubernur Utrecht, tercetus gagasan untuk ke depan akan dibangun kerjasama antara kedua provinsi dari negara yang berbeda tersebut.  Wakil gubernur Utrecht menyambut dengan hangat kedatangan Gubernur NTB bersama rombongan.

Salah satu aspek yang menarik di Utrecht ini adalah pertumbuhan ekonominya yang sangat progresif dalam dekade terkahir.  Banyak perusahaan-perusahaan multi nasional yang mendirikan pabriknya di Utrecht. Artinya, ada daya tarik tersendiri, termasuk mungkin kebijakan pemerintahnya yang perlu kita pelajari, yang membuat ratusan perusahaan multinasional menempatkan pabrik atau membuka kantor perwakilan perusahaannya di provinsi tersebut.  Salah satu yang mereka sebut sebagai faktor positif dalam peningkatakan kinerja pembangunan khususnya ekonomi di Utrecht adalah keterlibatan para akademisi dari kampus membantu pemerintah.  Dengan kata lain, hubungan antara kampus dengan pemda sangat baik dan bersinergi.  Ada profesor-profesor yang sangat piawai dalam menjalin kerjasama dengan berbagai perusahaan multinasional yang terlibat atau dilibatkan oleh Pemdanya dalam rangka menjalin kerjasama internasional.  Karenanya tidak mengherankan dalam sepuluh ataudua puluh tahun terakhir pertumbuhan eknomi Utrecht luar biasa. Konon, ratusan industri yang berorientasi ekspor berdiri dan memberi kontribusi luar biasa terhadapa perekonomian provinsi tersebut.

Dari kunjungan ini muncul gagasan untuk membangun kerjasama langsung antara Utrecht dengan Nusa Tenggara Barat.  Ya semacam sister province program. Gagasan ini mungkin perlu ditindak lanjuti.  Salah satu yang yang saya kira strategis untuk mewujudkan ini adalah mencari sponsor pendanaan; apakah dari Belanda sendiri atau dari donor internasional. Dan kalau ini bisa terwujud, manfaat yang akan diperoleh sudah jelas; diantaranya adalah peningkatan kompetensi sumberdaya manusia birokrasi kita di Nusa Tenggara Barat. Kemungkinan lain yang dapat digarap adalah kerjasama dalam pengiriman tenaga kerja keperawatan yang konon cukup tinggi kebutuhan mereka.

Kebetulan dalam kunjungan ke Belanda tersebut kami bertemu dengan koordinator perawat Indonesia yang bekerja di Belanda.  Dia yang menginformasikan peluang itu.  Tinggal bagaimana kita menindak lanjutinya. Apalagi ketika BLKI kita di Lombok Timur sudah mulai operasional, maka penyiapan tenaga kerja terdidik sperti tenaga kerja perawat itu dapat dilaksanakan di BLKI tersebut, atas biaya dari Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Aspek lain yang kita dapat belajar dari Belanda, adalah terkait dengan pengembangan pariwisata.  Dengan kerjasama sister province tersebut, pasti akan ada kemudahan-kemudahan yang akan diperoleh dalam rangka memasarkan destinasi wisata kita di Belanda.   Disamping itu, kita juga akan dapat belajar untuk memperbaiki dan mengembangkan berbagai destinasi yang kita miliki agar lebih dapat menjadi destinasi yang ber  kelas dunia.

Dari segi irigasi, Belanda adalah negara yang paling baik dalam mengelola jaringan irigasinya. Nah kita mungkin dapat mendatangkan para ahlinya ke NTB untuk dapat menyempurnakan jaringan irigasi kita, khususnya di Lombok.  Bukankah selama ini masih sangat banyak air sungai kita yang mengalir ke laut dengan percuma? Di sisi lain, masih cukup banyak areal persawahan kita yang hanya mengandalkan air hujan, untuk pengairannya.

Kata kuncinya adalah: mari kita mulai bekerjasama, membuka jaringan internasional, sebagai salah satu milestone dalam MDGs, yaitu jaringan kerjasama internasional.  Kita, NTB, tentu tidak ingin menjadi daerah yang seperti “katak dalam tempurung.” Jangan pula kit terbelenggu dengan jargon “IPM rendah,” yang mengesankan kita tidak memiliki kualitas SDM yang baik.  Nah, dengan membangun kerjasama internasional, maka bukan tidak mungkin kesan tersebut akan dapat kita sirnakan, selaras dengan makin banyaknya hal-hal baik yang kita ekspos keluar. Tidak hanya gizi buruk dan buta huruf.  Wallahu a’lam bissawab. (Mataram 310314)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar