Merintis kerjasama dengan
Belanda
Adalah Dr.Lalu Hayanul Haq,
dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram yang sedang menyelesaikan kuliahnya di
Universitas Utrecht Belanda, yang sangat bersemangat untuk menjalin kerjasama
antara Pemprov NTB dengan Pemprov Utrecht Belanda. Alasannya jelas, antara Utrecht dengan Nusa tenggara Barat
memiliki kesamaan kesamaan yang relatif terhadap negaranya. Artinya, menurut Aak, demikian biasa dia
dipanggil di kampusnya, banyak praktek baik yang dilaksanakan oleh pemerintah
Utrecht yang dapat ditiru atau dipelajari oleh pemrov NTB dalam hal
melaksanakan pembangunannya. Salah satu
yang kongkrit adalah kita dapat mengirim staf ke Utrecht University untuk
meningkatkan ilmu pengetahuannya. Baik melalui program pendidikan ber gelar,
maupun yang non gelar, seperti kursus-kursus singkat.
Masih menurut Aak, Utrecht
juga berpengalaman menjalin kerjasama dengan beberapa negara di kawasan
Afrika. “mumpung saya masih di sini,”
kata beliau pada saya suatu ketika. Saya
fikir benar juga. Bagiamanapun
kerjasama-kerjasama seperti itu memang perlu dirintis, untuk kemudian
dikembangkan sehingga dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi daerah. Memang konsekuensinya kita harus mau
mengeluarkan sedikit investasi, dari uang daerah. Sebab untuk mendapatkan sponsor, tidak mudah,
kalau kita tidak merintis dari awal. Dan
disitulah perlunya dana awal itu.
Maka pada tahun 2010 (Cek persisnya) saya menyediakan anggaran di Bappeda
untuk dua kegiatan. Pertama adalah untuk
kegiatan Capacity Building Workshop on Good Governance. Ini dimaksudkan untuk mendidik para pegawai
khususnya yang ada di Bappeda-bappeda kabupaten/kota, provinsi, dan tokoh-tokoh
potensial dari kalangan LSM. “jatah”
untuk LSM ini memang khusus diadakan karena permintaan dari Utrecht sperti
itu. Jadi dalam workshop itu nantinya
akan ada dinamika yang positif, dimana proses interaksi diskusi tidak hanya
melibatkan ‘suara’ birokrasi, tapi juga perlu ada suara non pemerintah. Di situlah peran dari utusan peserta dari
LSM. Disamping juga peserta perwakilan
dari kalangan akademisi.
Porsi anggaran lainnya adalah
untuk keperluan perjalanan ke dan dari Utrecht Belanda. Waktu itu kami anggarkan untuk mentor yang
dari Belanda dan peserta terpilih dari NTB yang akan dikirim ke Belanda. Dengan demikian, pelaksanaan workshop di
Mataram akan diikuti dengan serius oleh para peserta karena ada ‘iming-iming’
empat orang akan dikirim ke Belanda.
Pembiayaan selama di Belanda juga mendapat bantuan dari Utrecht. Kami tidak perlu membayar biaya workshop
selama di Belanda. Tapi kami menanggung
biaya perjalanan para tutor yang dikirim dari Utrecht ke Mataram. Kerjasamanya seperti itu.
Untuk memulai proses
kerjasama itu, Gubernur NTB diundang ke Belanda pada bulan November 2010; untuk
menanda tangani piagam kerjasama antara Universitas Utrecht dengan Pemerintah
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sebagai
Kepala Bappeda, saya ikut dalam kunjungan ke Belanda tersebut. Kunjungan yang berlangsung pada akhir
November 2010.
Gagasan Sister Province
Meskipun pada awalnya,
kerjasama yang ditanda tangani Gubernur NTB adalah dengan Universitas Utrecht,
namun rombongan kami diterima juga oleh Wakil Gubernur Provinsi Utrecht. Dalam diskusi dengan wakil gubernur Utrecht,
tercetus gagasan untuk ke depan akan dibangun kerjasama antara kedua provinsi
dari negara yang berbeda tersebut. Wakil
gubernur Utrecht menyambut dengan hangat kedatangan Gubernur NTB bersama
rombongan.
Salah satu aspek yang menarik
di Utrecht ini adalah pertumbuhan ekonominya yang sangat progresif dalam dekade
terkahir. Banyak perusahaan-perusahaan
multi nasional yang mendirikan pabriknya di Utrecht. Artinya, ada daya tarik
tersendiri, termasuk mungkin kebijakan pemerintahnya yang perlu kita pelajari,
yang membuat ratusan perusahaan multinasional menempatkan pabrik atau membuka
kantor perwakilan perusahaannya di provinsi tersebut. Salah satu yang mereka sebut sebagai faktor
positif dalam peningkatakan kinerja pembangunan khususnya ekonomi di Utrecht
adalah keterlibatan para akademisi dari kampus membantu pemerintah. Dengan kata lain, hubungan antara kampus
dengan pemda sangat baik dan bersinergi.
Ada profesor-profesor yang sangat piawai dalam menjalin kerjasama dengan
berbagai perusahaan multinasional yang terlibat atau dilibatkan oleh Pemdanya
dalam rangka menjalin kerjasama internasional.
Karenanya tidak mengherankan dalam sepuluh ataudua puluh tahun terakhir
pertumbuhan eknomi Utrecht luar biasa. Konon, ratusan industri yang
berorientasi ekspor berdiri dan memberi kontribusi luar biasa terhadapa
perekonomian provinsi tersebut.
Dari kunjungan ini muncul
gagasan untuk membangun kerjasama langsung antara Utrecht dengan Nusa Tenggara
Barat. Ya semacam sister province
program. Gagasan ini mungkin perlu ditindak lanjuti. Salah satu yang yang saya kira strategis
untuk mewujudkan ini adalah mencari sponsor pendanaan; apakah dari Belanda
sendiri atau dari donor internasional. Dan kalau ini bisa terwujud, manfaat
yang akan diperoleh sudah jelas; diantaranya adalah peningkatan kompetensi
sumberdaya manusia birokrasi kita di Nusa Tenggara Barat. Kemungkinan lain yang
dapat digarap adalah kerjasama dalam pengiriman tenaga kerja keperawatan yang
konon cukup tinggi kebutuhan mereka.
Kebetulan dalam kunjungan ke
Belanda tersebut kami bertemu dengan koordinator perawat Indonesia yang bekerja
di Belanda. Dia yang menginformasikan
peluang itu. Tinggal bagaimana kita
menindak lanjutinya. Apalagi ketika BLKI kita di Lombok Timur sudah mulai
operasional, maka penyiapan tenaga kerja terdidik sperti tenaga kerja perawat
itu dapat dilaksanakan di BLKI tersebut, atas biaya dari Kementrian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi.
Aspek lain yang kita dapat
belajar dari Belanda, adalah terkait dengan pengembangan pariwisata. Dengan kerjasama sister province tersebut,
pasti akan ada kemudahan-kemudahan yang akan diperoleh dalam rangka memasarkan
destinasi wisata kita di Belanda.
Disamping itu, kita juga akan dapat belajar untuk memperbaiki dan
mengembangkan berbagai destinasi yang kita miliki agar lebih dapat menjadi
destinasi yang ber kelas dunia.
Dari segi irigasi, Belanda
adalah negara yang paling baik dalam mengelola jaringan irigasinya. Nah kita
mungkin dapat mendatangkan para ahlinya ke NTB untuk dapat menyempurnakan
jaringan irigasi kita, khususnya di Lombok.
Bukankah selama ini masih sangat banyak air sungai kita yang mengalir ke
laut dengan percuma? Di sisi lain, masih cukup banyak areal persawahan kita
yang hanya mengandalkan air hujan, untuk pengairannya.
Kata kuncinya adalah: mari
kita mulai bekerjasama, membuka jaringan internasional, sebagai salah satu
milestone dalam MDGs, yaitu jaringan kerjasama internasional. Kita, NTB, tentu tidak ingin menjadi daerah
yang seperti “katak dalam tempurung.” Jangan pula kit terbelenggu dengan jargon
“IPM rendah,” yang mengesankan kita tidak memiliki kualitas SDM yang baik. Nah, dengan membangun kerjasama
internasional, maka bukan tidak mungkin kesan tersebut akan dapat kita
sirnakan, selaras dengan makin banyaknya hal-hal baik yang kita ekspos keluar.
Tidak hanya gizi buruk dan buta huruf.
Wallahu a’lam bissawab. (Mataram 310314)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar