Kamis, 17 April 2014

TAMPAKSIRING SUMMIT



AGAK berbeda dengan pertemuan di Cipanas. Pertemuan para petinggi negeri ini di Tampaksiring yang dipimpin langsung oleh presiden SBY memokuskan pada tiga hal prioritas. Program pro rakyat, justice for all,dan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Meski kemudian komisinya ditambah satu judul lagi, yaitu percepatan pembangunan ekonomi.

Yang tidak kalah menariknya, pada momen kali ini jumlah peserta juga bertambah. Ini menandakan atensi dan intensitas yang menggembirakan. Kondisi ini terbaca dari hadirnya para praktisi maupun pengamat ekonomi, serta rektor sejumlah perguruan tinggi. Ditambah lagi beberapa petinggi lembaga donor dan perwakilan masyarakat sipil (LSM).

Meski diliputi hujan lebat, pertemuan tetap berjalan khidmatsesuai agenda yang telah disusun rapih oleh Bappenas. Fokus untuk program Pro Rakyat adalah terkait dengan tiga klaster dalam pengentasan kemiskinan. Mencakup penanggulangan kemiskinan (PK) berbasis keluarga, PK berbasis pemberdayaan masyarakat, dan PK berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil. Terkait program justice for all, programnya fokus pada keadilan bagi anak, keadilan bagi perempuan, ketenagakerjaan, bantuan hukum, reformasi hukum dan peradilan, dan kelompok miskin dan terpinggirkan. Lalu tentang pencapaian tujuan MDGs: pembahasannya pada upaya penanggulangan kemiskinan dan kelaparan, pencapaian pendidikan dasar untuk semua, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, kesehatan anak dan ibu, pengendalian penyakit HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, jaminan kelestarian lingkungan hidup, dan percepatan pencapaian MDGs secara keseluruhan.

Para menteri, gubernur, kepala-kepala Bappeda, BPMPD, dibagi ke dalam komisi-komisi yang membahas ketiga aspek di atas. Sementara pimpinan sidang kelompok diserahkan langsung ke para menko dan pemakalahnya, yaitu para menteri terkait. Saya sendiri, ikut dalam kelompok pembangunan pro rakyat. Di mana membahas soal perkembangan dan sejauh mana pelaksanaan kegiatan PNPM, PKH, dan kegiatan subsidi langsung kepada masyarakat lainnya. Intinya adalah pembahasan sejauh mana program penanggulangan kemiskinan telah berjalan dan secara efektif telah dapat menurunkan prosentase kemiskinan dari tahun ke tahun.

Terkait penurunan angka kemiskinan ini, target nasional pada tahun 2014 adalah 8 persen. Asumsinya: setahun paling tidak dapat diturunkan hingga 2 persen. Angka ini selaras dengan MDGs 2015. Secara implisit, saya mendapatkan informasi bahwa manakala pada tahun tersebut masih ada daerahdaerah yang tidak dapat mencapai angka rata-rata nasional, maka mereka harus berupaya sendiri melalui sumberdaya dan sumberdana yang dicari sendiri. Karena setelah 2015, berbagai program penanggulangan kemiskinan sudah tidak akan ada lagi yang khusus, seperti PNPM sekarang ini.

Presiden SBY dengan tegas menyatakan bahwa daerah-daerah yang masih berada di bawah rata-rata nasional pada berbagai indikator kesejahteraan akan menjadi tanggung jawab keras para kepala daerah. Terutama dengan mendekatkan diri pada angka rata-rata nasional. Di situlah tugas berat kita di NTB. Berdasarkan data terakhir, angka kemiskinan di NTB masih di atas 22 persen, sementara nasonal sudah berada pada posisi 15 persen. Sekiranya kita sukses menurunkan angka kemiskinan dua persen saja per tahun, maka di tahun 2015 kita baru akan mencapai sekitar 14 persen. Syukur-syukur menjadi 12 atau jika ada lompatan menjadi 10 persen. Mimpinya sih begitu.

Pertanyaannya adalah, apakah mimpi tersebut dapat menjadi kenyataan? Dalam sebuah kesempatan, Gubernur NTB, TGH. M. Zainul Majdi, MA., mengemukakan bahwa untuk dapat meninggalkan ketertinggalan, NTB harus bisa bermimpi. Menurutnya, Kaum Yahudi bisa maju seperti sekarang ini karena didorong oleh nilai-nilai budayanya. Adalah sebuah kebiasaan masyarakat Yahudi untuk meletakkan cita-citanya pada sesuatu yang tidak mungkin untuk diraih, namun mereka berupaya mencari cara yang paling mungkin untuk meraihnya. Wallahu alam bissawab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar