Kamis, 17 April 2014

GO INTERNASIONAL



ADALAH benar apa yang dikatakan para futurist dunia, seperti Fukuyama, Putnam, Maslow, dan lain lain bahwa makin hari dunia makin mengglobal. Artinya hubungan antara satu negara dengan Negara lain, antara satu bangsa dengan bangsa lain, bahkan hubungan antara personal yang satu dengan personal yang lain, makin menjadi jadi. Hubungan tersebut tidak lagi sebatas hubungan social, hubungan kekerabatan, namun menjadi hubungan ekonomi dan saling ketergantungan.

Bayangkan, jika Jepang tidak membina hubungan baik dengan Negara lain, kemana produk produk mobil dan sepeda motor mereka yang jutaan per hari itu akan dipasarkan? Demikian juga Amerika, Eropah dan lain lain.  Demikian pula halnya dengan Negara Negara yang masih terkebalakang atau dalam istilah sosiologinya disebut sebagai developing countries, atau Negara sedang berkembang. Ketika kemampuan mereka masih sangat terbatas untuk menghasilkan produk produk yang dibutuhkan oleh masyarakatnya, seperti alat transportasi, alat alat produksi pertanian, dan lain lain.  Dengan bahasa yang lebih sederhana, dunia antara bangsa ini kian hari kian saling tergantung. Baik antara sesama Negara maju, ataupun antara Negara maju dengan Negara yang sedang berkembang.

Jika pada zaman dahulu, hubungan antara Negara ini kemudian diterjemahkan secara sepihak oleh Negara maju, yang kemudian terjadilah penjajahan. Negara maju menjajah Negara lain, dengan mengeksploitasi berbagai sumberdya alam dan juga sumberdaya manusianya. Tujuannya tidak lain, dan sesungguhnya sama seperti yang ada sekarang, yaitu untuk kesejahteraan rakyatnya sendiri.

Sekarang, umumnya semua Negara sudah melek, sudah memiliki kapasitas sebagai Negara bangsa, sehingga tidak lagi dapat dieksploitasi dengan menggunakan metoda penjajahan. Maka yang digalakkan dan terjadi kemudian adalah hubungan perdagangan, hubungan bilateral ataupun multilateral yang pada dasarnya kemudian tercipta hubungan yang saling menguntungkan.

Peraturan pemerintah di Indonesia yang ada sekarang memungkinkan daerah membuka atau merintis hubungan langsung dengan pemerintah daerah di luar negeri. Maka terjadilah apa yang kemudian disebut sebagai twin city, sister city, atau kota kembar. Ini biasanya terjadi antara satu kota di Indonesia dengan satu kota di Negara lain. Yogyakarta menjalin hubungan sister city dalam istilah ini dengan Kyoto di Jepang.  Hubungan antara provinsi disebut sister province, seperti hubungan antara Papua dengan salah satu provinsi di China.

Manfaat dari hubungan seperti ini tentunya banyak; diantaranya adalah memungkinkan terjadinya pertukaran staf dalam arti kita belajar ke sana melalui proses yang tidak terlalu berbelit belit; atau mendatangkan mereka ke Indonesia. Demikian juga dalam hal bisnis, hubungan perdagangan bisa menjadi lebih lancar, apabila kita memiliki pelaku bisnis yang mampu melihat peluang dengan baik. Ada showroom atau outlet daerah kita yang dapat dibangun di Negara tersebut, yang sekaligus dapat menjadi pusat informasi bagi mereka yang tertarik untuk berhubungan dengan daerah kita.

Mengapa dengan Utrecht–Belanda?
Ketika Gubernur NTB, Kepala Bappeda, Kepala Biro Umum, Kadis Dikpora Lombok Timur, dan lain-lain berkunjung ke Belanda beberapa waktu lalu, tujuannya adalah untuk itu. Yakni membangun kerjasama lintas daerah lintas Negara.  Ada kontak person kita yang ada di Belanda yang selama setahun belakangan ini telah mengambil inisiatif dan menegerjakan berbagai persiapan yang diperlukan untuk terwujudnya kerjasama antara NTB dengan Utrecht. Mengapa dengan Utrecht? Karena kontak person tersebut kebetulan bermukim di Utrecht, Belanda; dan secara kebetulan ada koleganya yang menjadi staf ahli Gubernur Utrecht, sehingga komunikasi dengan PemProv Utrecht diharapkan dapat lebih lancar.

Utrecht adalah salah satu dari dua belas provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi di Belanda. Saya hampir tak percaya ketika di terangkan kalau di provinsi ini ada seribu dua ratus lebih perusahaan internasional memiliki kantor atau aktivitas produktif. Baik dari Jepang, Amerika, Australia, Jerman, dan lain lain.

Mengapa demikian banyak? Karena mungkin provinsi ini mampu memberikan layanan yang terbaik bagi para investor untuk berinvestasi di Utrecht. Ada kemudahan perijinan dan fasilitas sarana prasarana yang diberikan kepada para pemilik modal, sehingga mereka berlomba lomba untuk mendirikan pabrik atau minimal semacam ‘kantor penghubung’nya di daerah ini, yang akan menjadi jendelanya untuk merebut pasar Eropah. Dan yang pasti, akan menciptakan langan kerja bagi penduduk Utrecht. Itulah salah satu yang dapat kita pelajari di Utrecht. Banyak lagi yang lainnya, termasuk bagaimana kita dapat mengisi kekurangan tenaga perawat di Belanda yang konon ribuan banyaknya. Karena tanpa mendatangkan investasi luar untuk masuk ke daerah kita, ataupun peluang kerja di Negara lain bagi masyarakat kita, maka pertumbuhan perekonomian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kita akan menjadi sangat lambat. Karena peran pemerintah sesungguhnya tidak lebih dari 20 persen saja. Sesuai dengan kapasitas fiscal yang dapat tercipta dari kemampuan financial yang dimiliki. Wallahu ‘alam bissawab…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar