Ketika
transit di bandara internasional Malaga, salah satu kota besar di
Spanyol–setelah berwisata ke Granada, Spanyol, kota peninggalan zaman keemasan
Islam di Eropah, saya membeli sebuah buku manajemen yang merupakan kumpulan
dari berbagai buku seller. Judulnya adalah “The Management Gurus, Lessons from
The Best Managament Books of All Time.” Buku ini merupakan himpunan abstraksi
dan ringkasan eksekutif dari 15 buku managemen karya para penulis terbaik
dunia.
Salah satu
penulis yang tulisannya diringkas dalam buku tersebut adalah John C. Maxwell
yang menulis buku dengan judul “Winning with People.” Dalam buku ini Maxwell menjelaskan
bagaimana cara membangun dan mempertahankan hubungan baik dengan orang orang,
yang pada dasarnya untuk kepentingan kita sendiri juga. Tulisan tersebut didasarkan atas hasil
observasinya terhadap orang orang sukses dalam sejarah modern peradaban dunia,
seperti Dale Carnegie, John Wooden, Ronald Reagan, dan Norman Vincent Peale.
Buku lain
yang ditulis Maxwell adalah “The 21 Irrefutable Laws of Leadership.” Buku ini
menjadi salah satu best seller di Amerika Serikat yang dibeli oleh lebih dari
satu juta orang sejak tahun 1999. Di dalam buku tersebut diuraikan 21 Hukum
Kepemimpinan yang tak bisa ditolak. Salah dua di antara hukum tersebut adalah
“Trust is foundation of leader ship” ( keper cayaan adalah l andasan ut ama
sebuah kepemimpi nan) dan “Leadership develops daily, not in a day”
(kepemimpinan dibangun setiap hari, bukan dalam sehari).
Maksudnya
secara sederhana tidaklah sulit untuk dipahami. Bahwa kepercayaan adalah
sesuatu yang sangat berharga dan harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Dengan
kata lain, kalau kita mau menjadi pemimpin, maka kepercayaan orang lain
haruslah kita pelihara dan jaga sebaik-baiknya. Ada pepatah sewaktu sekolah
yang sering kita dengar: “sekali lancung keujian, seumur hidup orang tak
percaya”. Maksudnya tidak lain agar kita jangan pernah berlaku tidak jujur atau
berbohong pada orang lain.
Hukum yang
kedua, adalah hubungan keseharian kita
dengan orang lain akan mempengaruhi tingkat kepercayaan kita dan juga
kepemimpinan kita. Bisa saja ada orang yang tiba tiba diangkat menjadi pemimpin
secara structural kedinasan, karena pangkat atau senioritasnya. Namun untuk
membangun kepemimpinan agar kemudian tugas tugasnya menjadi pemimpin bisa
efektif tentu dia harus membangunn hubungan yang baik dengan para anak buahnya
dalam waktu tertentu. Tidak mungkin dalam sehari.
Yang
menarik dari tulisan Maxwell tersebut adalah adanya prinsip Empat T, yang menurut
saya seringkali kita lakoni sehari hari.
Ada empat T yang harus mendapat perhatian kita sebagai pemimpin ataupun
mereka yang mau menjadi pemimpin.
T yang
pertama adalah “Total Picture”. Setiap pemimpin tidak boleh mengambil keputusan
hanya dengan informasi sebagian alias yang tidak utuh. Apalagi tidak imbang. Seorang
pemimpin harus memiliki gambaran yang utuh dan berimbang terhadap suatu
permasalahan. Untuk itu, kita harus dapat mendengarkan, mencari informasi dari
berbagai fihak yang terlibat atau kita anggap mengetahui persoalannya.
T yang
kedua adalah “Timing”. Seorang pemimpin harus dapat mengetahui falsafah waktu.
Bagi seorang pemimpin, waktu adalah sesuatu yang amat berharga. Banyak kita
dengar orang mengatakan, “kesempatan tidak pernah datang dua kali.” Maknanya
jelas, kita harus dapat memanfaatkan waktu sebaik baiknya. “Jangan membuang
buang waktu,” kata orang tua kita. Dalam tulisan Maxwel: seorang pemimpin harus
dapat mengetahui “kapan dan di mana dia harus mengatakan apa dan kepada siapa.”
Janganlah kita mengeluarkan kata kata yang ternyata waktunya (timingnya) tidak
tepat; atau audiensnya tidak tepat. Demikian juga janganlah kita tidak
mengatakan sesuatu jika memang ‘timing’nya memang mengharuskan kita untuk
mengatakannya. Dalam bahasa yang lebih sederhana, kalau waktu itu kita harus
marah, ya kita harus keluarkan. Kalau waktunya bercanda, ya jangan kita marah.
Kira-kira demikian.
T yang
ketiga adalah “Tone”, atau nada suara. Seringkali kita tidak tepat dalam
mengeluarkan nada suara. Akibatnya cukup fatal. Orang lain menganggap kita lagi
marah, padahal sesungguhnya tidak demikian. Ini hanya karena nada suara kita
yang menurut orang yang mendengarkan terlampau tinggi. Itulah sebabnya, nada
suara ini juga perlu kita perhatikan. Jangan sampai membuat orang salah
persepsi.
T yang
keempat atau terakhir, “Temperature”, atau suhu udara sekitar kita yang tentunya
terkait dengan persoalan yang kita hadapi. Seringkali suhu udara di sekitar
kita ‘meningkat’ manakala reaksi yang timbul dari sebuah aksi yang timbul lebih
dari seharusnya. Ada istilah ‘terlalu membesar-besarkan persoalan.’ Maksudnya
adalah janganlah kita bereaksi yang berlebihan terhadap sebuah persoalan atau
aksi yang sesungguhnya jika ditanggapi dengan kepala dingin akan menjadi
selesai. Akan menjadi teratasi. Saya kira di situlah letak the art of
leadership. Seni dalam memimpin. Yakni bagaimana kita mengelola sebuah
persoalan yang dihadapi, sehingga setiap persoalan yang timbul selalu dapat
diatasi dengan efektif dan efisien. Tidak dibiarkan merembet ke mana-mana, yang
dapat memperburuk suhu udara di sekitar kita. Wallahu ‘alam bissawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar