Kamis, 17 April 2014

EMPAT T



Ketika transit di bandara internasional Malaga, salah satu kota besar di Spanyol–setelah berwisata ke Granada, Spanyol, kota peninggalan zaman keemasan Islam di Eropah, saya membeli sebuah buku manajemen yang merupakan kumpulan dari berbagai buku seller. Judulnya adalah “The Management Gurus, Lessons from The Best Managament Books of All Time.” Buku ini merupakan himpunan abstraksi dan ringkasan eksekutif dari 15 buku managemen karya para penulis terbaik dunia.

Salah satu penulis yang tulisannya diringkas dalam buku tersebut adalah John C. Maxwell yang menulis buku dengan judul “Winning with People.” Dalam buku ini Maxwell menjelaskan bagaimana cara membangun dan mempertahankan hubungan baik dengan orang orang, yang pada dasarnya untuk kepentingan kita sendiri juga.  Tulisan tersebut didasarkan atas hasil observasinya terhadap orang orang sukses dalam sejarah modern peradaban dunia, seperti Dale Carnegie, John Wooden, Ronald Reagan, dan Norman Vincent Peale.

Buku lain yang ditulis Maxwell adalah “The 21 Irrefutable Laws of Leadership.” Buku ini menjadi salah satu best seller di Amerika Serikat yang dibeli oleh lebih dari satu juta orang sejak tahun 1999. Di dalam buku tersebut diuraikan 21 Hukum Kepemimpinan yang tak bisa ditolak. Salah dua di antara hukum tersebut adalah “Trust is foundation of leader ship” ( keper cayaan adalah l andasan ut ama sebuah kepemimpi nan) dan “Leadership develops daily, not in a day” (kepemimpinan dibangun setiap hari, bukan dalam sehari).

Maksudnya secara sederhana tidaklah sulit untuk dipahami. Bahwa kepercayaan adalah sesuatu yang sangat berharga dan harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Dengan kata lain, kalau kita mau menjadi pemimpin, maka kepercayaan orang lain haruslah kita pelihara dan jaga sebaik-baiknya. Ada pepatah sewaktu sekolah yang sering kita dengar: “sekali lancung keujian, seumur hidup orang tak percaya”. Maksudnya tidak lain agar kita jangan pernah berlaku tidak jujur atau berbohong pada orang lain.

Hukum yang kedua,  adalah hubungan keseharian kita dengan orang lain akan mempengaruhi tingkat kepercayaan kita dan juga kepemimpinan kita. Bisa saja ada orang yang tiba tiba diangkat menjadi pemimpin secara structural kedinasan, karena pangkat atau senioritasnya. Namun untuk membangun kepemimpinan agar kemudian tugas tugasnya menjadi pemimpin bisa efektif tentu dia harus membangunn hubungan yang baik dengan para anak buahnya dalam waktu tertentu. Tidak mungkin dalam sehari.

Yang menarik dari tulisan Maxwell tersebut adalah adanya prinsip Empat T, yang menurut saya seringkali kita lakoni sehari hari.  Ada empat T yang harus mendapat perhatian kita sebagai pemimpin ataupun mereka yang mau menjadi pemimpin.

T yang pertama adalah “Total Picture”. Setiap pemimpin tidak boleh mengambil keputusan hanya dengan informasi sebagian alias yang tidak utuh. Apalagi tidak imbang. Seorang pemimpin harus memiliki gambaran yang utuh dan berimbang terhadap suatu permasalahan. Untuk itu, kita harus dapat mendengarkan, mencari informasi dari berbagai fihak yang terlibat atau kita anggap mengetahui persoalannya.

T yang kedua adalah “Timing”. Seorang pemimpin harus dapat mengetahui falsafah waktu. Bagi seorang pemimpin, waktu adalah sesuatu yang amat berharga. Banyak kita dengar orang mengatakan, “kesempatan tidak pernah datang dua kali.” Maknanya jelas, kita harus dapat memanfaatkan waktu sebaik baiknya. “Jangan membuang buang waktu,” kata orang tua kita. Dalam tulisan Maxwel: seorang pemimpin harus dapat mengetahui “kapan dan di mana dia harus mengatakan apa dan kepada siapa.” Janganlah kita mengeluarkan kata kata yang ternyata waktunya (timingnya) tidak tepat; atau audiensnya tidak tepat. Demikian juga janganlah kita tidak mengatakan sesuatu jika memang ‘timing’nya memang mengharuskan kita untuk mengatakannya. Dalam bahasa yang lebih sederhana, kalau waktu itu kita harus marah, ya kita harus keluarkan. Kalau waktunya bercanda, ya jangan kita marah. Kira-kira demikian.

T yang ketiga adalah “Tone”, atau nada suara. Seringkali kita tidak tepat dalam mengeluarkan nada suara. Akibatnya cukup fatal. Orang lain menganggap kita lagi marah, padahal sesungguhnya tidak demikian. Ini hanya karena nada suara kita yang menurut orang yang mendengarkan terlampau tinggi. Itulah sebabnya, nada suara ini juga perlu kita perhatikan. Jangan sampai membuat orang salah persepsi.

T yang keempat atau terakhir, “Temperature”, atau suhu udara sekitar kita yang tentunya terkait dengan persoalan yang kita hadapi. Seringkali suhu udara di sekitar kita ‘meningkat’ manakala reaksi yang timbul dari sebuah aksi yang timbul lebih dari seharusnya. Ada istilah ‘terlalu membesar-besarkan persoalan.’ Maksudnya adalah janganlah kita bereaksi yang berlebihan terhadap sebuah persoalan atau aksi yang sesungguhnya jika ditanggapi dengan kepala dingin akan menjadi selesai. Akan menjadi teratasi. Saya kira di situlah letak the art of leadership. Seni dalam memimpin. Yakni bagaimana kita mengelola sebuah persoalan yang dihadapi, sehingga setiap persoalan yang timbul selalu dapat diatasi dengan efektif dan efisien. Tidak dibiarkan merembet ke mana-mana, yang dapat memperburuk suhu udara di sekitar kita. Wallahu ‘alam bissawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar