PROVINSI PULAU SUMBAWA 2014,
AHLAN WASAHLAN
Oleh Dr. Rosiady Sayuti,
Kepala Bappeda NTB
Konon, hasil Rapat Dengar
Pendapat Komisi Dua DPR RI dengan Kepala-Kepala Daerah Kabupaten/Kota se Pulau
Sumbawa dan Wakil Gubernur NTB minggu lalu menyimpulkan bahwa Provinsi Pulau
Sumbawa akan diikhtiarkan untuk diundangkan sebelum masa aktif DPR RI yang
sekarang berakhir. Itu artinya, sebelum bulan Oktober 2014. Insya Allah.
Dalam kaitan dengan persiapan
terbentuknya PPS ini, Gubernur NTB Dr.
TGH M. Zainul Majdi menyatakan dalam berbagai kesempatan di hadapan masyarakat dalam
kunjungan beliau ke Bima pekan ini bahwa: “janji politik saya terhadap rencana
pembentukan PPS sudah saya tunaikan. Semua dokumen yang menjadi persyaratan
pembentukan PPS sudah saya tanda tangani.
Bahkan KP3S diberikan hibah dari APBD Provinsi guna memperlancar
urusan-urusan mereka dengan Pemeritah Pusat, tidak kurang dari 2.1 Milyar
selama ini.” Ini mengandung makna,
secara administratif, persoalan PPS sudah tidak lagi menjadi beban
gubernur. Komitmen dari DPRD Provinsi
juga sudah ditunaikan. Komitmen dari
anggota DPR dan DPD asal NTB di Jakarta juga luar biasa. Yang kita tunggu adalah persetujuan dari DPR
RI dan Mentri Dalam Negeri. Sekiranya
kedua lembaga negara ini segera bersepakat, maka impian masyarakat Pulau
Sumbawa untuk berdiri sendiri dalam sebuah wilayah administrasi pemerintahan
provinsi tersendiri, pasti akan terwujud di tahun 2014.
Dari segi infratruktur,
sebagai hasil dari pembangunan daerah lima tahun terakhir ini, juga cukup
memadai. Di Sumbawa Besar, yang akan
menjadi ibukota PPS nantinya, telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang
diperlukan. Ada Rumah Sakit Rujukan
Provinsi, yang kini telah mulai beroperasi.
Pemda NTB juga sudah memfasilitasi penegerian Universitas Samawa. Kini
juga telah berdiri dengan megahnya Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) yang
diprakarsai Dr. Zulkieflimansyah, anggota DPR RI Dapil Banten, tapi putra asli
Sumbawa.
Jalan negara dan jalan
provinsi di Kota Sumbawa Besar, Taliwang, Dompu, dan Bima, serta sebagian besar
ruas jalan yang ada di Pulau Sumbawa sudah dalam kondisi mantap. Ini tidak mengherankan, karena selama lima
tahun terakhir, jika dihitung dana infrastruktur baik yang dari APBN maupun
APBD Provinsi, sekitar 62% jatuh ke Pulau Sumbawa. Hanya 38% saja yang
diperuntukkan untuk infrastruktur di Pulau Lombok. Termasuk di dalamnya adalah untuk memperbaiki
pelabuhan laut yang ada di Pulau Sumbawa.
Sehingga sudah tidak relevan lagi sesungguhnya, kalau isu disparitas
pembangunan antara kedua pulau yang sebentar lagi akan ‘terpisahkan’ secara
administrasi pemerintahan ini, dijadikan ‘bahan kampanye politik.’
Dalam RPJMD NTB 2009-2013,
isu disparitas antara kedua pulau besar di NTB ini masuk dalam salah satu isu
strategis, yang secara sungguh-sungguh diikhtiarkan untuk di ‘dekatkan.’ Dalam kesempatan lain Gubernur NTB, Bapak Tuan
Guru Bajang mengungkapkan: ”itulah yang secara sungguh-sungguh saya dan Bapak
Wakil Gubernur ikhtiarkan selama lima tahun ini. Baik itu infrastruktur seperti
jalan, jembatan, pelabuhan, rumah sakit, gedung sekolah, dan lain-lain; maupun
dalam hal pembangunan SDM seperti revitalisasi Posyandu, pemberian beasiswa
pendidikan, pembangunan obyek wisata, melalui program visit Lombok Sumbawa, pembangunan
di sektor pertanian, perkebunan, dan lain-lain.
Sehingga kalau daerah ini maju, maka yang akan maju bukan hanya Lombok
saja, atau Sumbawa saja, tapi akan maju secara bersama-sama. Lombok dan
Sumbawa.”
Memang kini sudah mulai
terasakan, adanya perubahan-perubahan yang signifikan di berbagai bidang. Pusat-pusat
perbelanjaan modern, seperti mall dan minimarket, maupun perhotelan, dan sarana
transportasi dan komunikasi modern sudah mulai muncul di Sumbawa Besar,
Taliwang, kota Dompu, dan Kota Bima.
Dengan kata lain, “pemerataan pembangunan” kini sudah mulai dirasakan
oleh masyarakat di Pulau Sumbawa.
Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru mulai bermunculan. Para investor
dari luar daerah sudah mulai melirik, tidak hanya Lombok, tapi juga di pulau
Sumbawa. Bahkan untuk industri olahan hasil pertanian, yang menjadi tema
Musrenbang Provinsi NTB pekan lalu,
telah hadir di Pulau Sumbawa. Ada yang berbasis tanaman jarak dan rumput laut
serta hasil laut lainnya di kabupaten Sumbawa, komoditas jagung dan tebu di
Dompu, dan revitalisasi RPH di Kota Bima.
Semua ini tentu akan menjadi “gula” ekonomi di daerah tersebut, yang
akan mendatangkan ‘semut’ dari berbagai daerah.
Terbentuknya Provinsi Pulau
Sumbawa nantinya, tentu tidak akan menjadi penghalang berdatangannya para
pencari kerja dari pulau Lombok ke Pulau Sumbawa, atau sebaliknya, seperti yang
telah terjadi selama ini. Seperti yang
dikatakan Dr. Hj Maryam Rahmat, ketua KP3S, “PPS hanya urusan administrasi
pemerintahan semata. Kalau secara kultural
dan ekonomi, masyarakat di kedua Pulau ini tidak mungkin akan dipisahkan. Justru dengan adanya PPS ini, pembangunan
ekonomi di kedua Pulau ini diharapkan dapat ditingkatkan.”
Terbentuknya PPS memang
sebuah keniscayaan. Tinggal menunggu
waktu saja. Pertanyaan berikutnya adalah, ketika PPS tersebut lahir melalui
Undang-Undang, masih relevankah nama Provinsi Nusa Tenggara Barat
dipertahankan? Tidakkah lebih elok, seperti
yang saya tulis enam tahun yang lalu di koran ini, dalam UU yang sama,
“nomenklatur” NTB diganti dengan Provinsi Lombok? Tanpa kata ‘pulau’ seperti
Provinsi Bali. Dengan segala konsekuensinya. Wallahu ‘alam bissawab.
(Raba-Bima, 2 April 2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar