Rabu, 18 September 2013

PROPINSI PULAU SUMBAWA


PROVINSI PULAU SUMBAWA 2014, AHLAN WASAHLAN

Oleh Dr. Rosiady Sayuti, Kepala Bappeda NTB


Konon, hasil Rapat Dengar Pendapat Komisi Dua DPR RI dengan Kepala-Kepala Daerah Kabupaten/Kota se Pulau Sumbawa dan Wakil Gubernur NTB minggu lalu menyimpulkan bahwa Provinsi Pulau Sumbawa akan diikhtiarkan untuk diundangkan sebelum masa aktif DPR RI yang sekarang berakhir. Itu artinya, sebelum bulan Oktober 2014. Insya Allah.

Dalam kaitan dengan persiapan terbentuknya PPS ini,  Gubernur NTB Dr. TGH M. Zainul Majdi menyatakan dalam berbagai kesempatan di hadapan masyarakat dalam kunjungan beliau ke Bima pekan ini bahwa: “janji politik saya terhadap rencana pembentukan PPS sudah saya tunaikan. Semua dokumen yang menjadi persyaratan pembentukan PPS sudah saya tanda tangani.  Bahkan KP3S diberikan hibah dari APBD Provinsi guna memperlancar urusan-urusan mereka dengan Pemeritah Pusat, tidak kurang dari 2.1 Milyar selama ini.”  Ini mengandung makna, secara administratif, persoalan PPS sudah tidak lagi menjadi beban gubernur.  Komitmen dari DPRD Provinsi juga sudah ditunaikan.  Komitmen dari anggota DPR dan DPD asal NTB di Jakarta juga luar biasa.  Yang kita tunggu adalah persetujuan dari DPR RI dan Mentri Dalam Negeri.  Sekiranya kedua lembaga negara ini segera bersepakat, maka impian masyarakat Pulau Sumbawa untuk berdiri sendiri dalam sebuah wilayah administrasi pemerintahan provinsi tersendiri, pasti akan terwujud di tahun 2014.

Dari segi infratruktur, sebagai hasil dari pembangunan daerah lima tahun terakhir ini, juga cukup memadai.  Di Sumbawa Besar, yang akan menjadi ibukota PPS nantinya, telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang diperlukan.  Ada Rumah Sakit Rujukan Provinsi, yang kini telah mulai beroperasi.  Pemda NTB juga sudah memfasilitasi penegerian Universitas Samawa. Kini juga telah berdiri dengan megahnya Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) yang diprakarsai Dr. Zulkieflimansyah, anggota DPR RI Dapil Banten, tapi putra asli Sumbawa.

Jalan negara dan jalan provinsi di Kota Sumbawa Besar, Taliwang, Dompu, dan Bima, serta sebagian besar ruas jalan yang ada di Pulau Sumbawa sudah dalam kondisi mantap.  Ini tidak mengherankan, karena selama lima tahun terakhir, jika dihitung dana infrastruktur baik yang dari APBN maupun APBD Provinsi, sekitar 62% jatuh ke Pulau Sumbawa. Hanya 38% saja yang diperuntukkan untuk infrastruktur di Pulau Lombok.  Termasuk di dalamnya adalah untuk memperbaiki pelabuhan laut yang ada di Pulau Sumbawa.  Sehingga sudah tidak relevan lagi sesungguhnya, kalau isu disparitas pembangunan antara kedua pulau yang sebentar lagi akan ‘terpisahkan’ secara administrasi pemerintahan ini, dijadikan ‘bahan kampanye politik.’

Dalam RPJMD NTB 2009-2013, isu disparitas antara kedua pulau besar di NTB ini masuk dalam salah satu isu strategis, yang secara sungguh-sungguh diikhtiarkan untuk di ‘dekatkan.’  Dalam kesempatan lain Gubernur NTB, Bapak Tuan Guru Bajang mengungkapkan: ”itulah yang secara sungguh-sungguh saya dan Bapak Wakil Gubernur ikhtiarkan selama lima tahun ini. Baik itu infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan, rumah sakit, gedung sekolah, dan lain-lain; maupun dalam hal pembangunan SDM seperti revitalisasi Posyandu, pemberian beasiswa pendidikan, pembangunan obyek wisata, melalui program visit Lombok Sumbawa, pembangunan di sektor pertanian, perkebunan, dan lain-lain.  Sehingga kalau daerah ini maju, maka yang akan maju bukan hanya Lombok saja, atau Sumbawa saja, tapi akan maju secara bersama-sama. Lombok dan Sumbawa.” 

Memang kini sudah mulai terasakan, adanya perubahan-perubahan yang signifikan di berbagai bidang. Pusat-pusat perbelanjaan modern, seperti mall dan minimarket, maupun perhotelan, dan sarana transportasi dan komunikasi modern sudah mulai muncul di Sumbawa Besar, Taliwang, kota Dompu, dan Kota Bima.  Dengan kata lain, “pemerataan pembangunan” kini sudah mulai dirasakan oleh masyarakat di Pulau Sumbawa.  Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru mulai bermunculan. Para investor dari luar daerah sudah mulai melirik, tidak hanya Lombok, tapi juga di pulau Sumbawa. Bahkan untuk industri olahan hasil pertanian, yang menjadi tema Musrenbang Provinsi  NTB pekan lalu, telah hadir di Pulau Sumbawa. Ada yang berbasis tanaman jarak dan rumput laut serta hasil laut lainnya di kabupaten Sumbawa, komoditas jagung dan tebu di Dompu, dan revitalisasi RPH di Kota Bima.  Semua ini tentu akan menjadi “gula” ekonomi di daerah tersebut, yang akan mendatangkan ‘semut’ dari berbagai daerah.

Terbentuknya Provinsi Pulau Sumbawa nantinya, tentu tidak akan menjadi penghalang berdatangannya para pencari kerja dari pulau Lombok ke Pulau Sumbawa, atau sebaliknya, seperti yang telah terjadi selama ini.  Seperti yang dikatakan Dr. Hj Maryam Rahmat, ketua KP3S, “PPS hanya urusan administrasi pemerintahan semata.  Kalau secara kultural dan ekonomi, masyarakat di kedua Pulau ini tidak mungkin akan dipisahkan.  Justru dengan adanya PPS ini, pembangunan ekonomi di kedua Pulau ini diharapkan dapat ditingkatkan.”

Terbentuknya PPS memang sebuah keniscayaan.  Tinggal menunggu waktu saja. Pertanyaan berikutnya adalah, ketika PPS tersebut lahir melalui Undang-Undang, masih relevankah nama Provinsi Nusa Tenggara Barat dipertahankan?  Tidakkah lebih elok, seperti yang saya tulis enam tahun yang lalu di koran ini, dalam UU yang sama, “nomenklatur” NTB diganti dengan Provinsi Lombok? Tanpa kata ‘pulau’ seperti Provinsi Bali. Dengan segala konsekuensinya. Wallahu ‘alam bissawab. (Raba-Bima, 2 April 2013).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar