MENUJU “GENERASI EMAS” NTB 2025
Oleh Dr. H. Rosiady Sayuti
Kepala BAPPEDA NTB
Saya kira, kado terindah buat Nusa Tenggara Barat yang hari
ini berusia 54 Tahun adalah keberhasilannya dalam hal pembangunan sumberdaya
manusianya. Baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi. Di bidang
pendidikan misalnya, baru pertama kali dalam sejarah, NTB berhasil meningkatkan
angka partisipasi sekolah untuk anak usia sekolah SD-SMPatau MI-MTs mendekati
100 persen. Ini artinya, nyaris tidak ada anak usia sekolah pendidikan dasar
(SD-SMP) yang tidak berada di bangku sekolah.
Sementara untuk anak usia SMA dan
sederajat, makin tahun juga makin meningkat. Targetnya, di tahun 2012 ini, APM
untuk SMA dan sederajat bisa mendekati angka 90 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
program wajib belajar 9 tahun di NTB sudah berhasil dilaksanakan dan telah siap
untuk melaksanakan wajib belajar 12 tahun.
Di bidang kesehatan, derajat kesehatan masyarakat juga kian
meningkat. Ini diindikasikan dengan makin menurunnya angka kematian bayi dan
balita dan ibu melahirkan. Menurut pakar demografi dari Universitas Mataram,
Ir. Anwar Fachry, MA, berdasarkan evaluasi dari hasil Sensus Penduduk 2010, NTB
mengalami apa yang disebut sebagai silent
revolution. Ini ditunjukkan dengan data yang sangat positif berkait dengan
kondisi demografi di NTB. Usia harapan
hidup masyarakat di NTB meningkat drastis menjadi 67 tahun dari posisi 58 pada
SP 2000. Ini menunjukkan berbagai
program pembangunan kesehatan di NTB telah berhasil dengan sangat baik. Berbagai Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit
menular seperti malaria, diare, dan lain-lain, yang pada zaman lima sepuluh
tahun lalu seolah menjadi ‘langganan’ di NTB, lima tahun terakhir ini ‘nyaris
tak terdengar.’
Di bidang ekonomi, baru pertama kali dalam sejarah (meminjam
kalimat pak CM dalam akun twitternya), NTB berhasil menurunkan prosentase angka
kemiskinan di bawah dua puluh persen.
Bahkan dalam dua tahun terkahir, NTB berhasil menjadi propinsi paling
tinggi ke empat terkait penurunan angka kemiskinan ini setelah Papua, Maluku,
dan Gorontalo. Keberhasilan ini tentu
tidak lepas dari berbagai program pembangunan yang secara terarah dan terpadu
di laksanakan di NTB, baik di bidang sosial, ekonomi, dan infrastruktur. Telah mulusnya ruas ruas jalan-jalan nasional
dan propinsi dari Ampenan sampai Sape menjadi salah satu penyumbang meningkatnya
pendapatan masyarakat dan penurunan angka kemiskinan tersebut. Disamping
program lain seperti BSS, 3A, Wirausahabaru, dan lain-lain.
Generasi Emas 2025
Dari berbagai keberhasilan Nusa Tenggara Barat tersebut, maka bukanlah sebuah hayalan kalau
kemudian kita mulai membangun visi bersama menghadapi masa depan dengan target
capaian di tahun 2025. Visi yang saya maksudkan adalah tekad kita “mempersiapkan Generasi Emas NTB 2025.”
Mengapa 2025?
Pertama, karena 2025 adalah akhir dari RPJP NTB 2005-2025. Kedua, pada tahun tersebut, anak-anak yang
lahir di era 2000an dimana cukup banyak program pemerintah yang mempengaruhi
secara positif tingkat intelektualitas dan derajat kesehatan mereka, seperti
Wajar 9 Tahun, HKI, NICE, PKH, PNPM, dan lain-lain akan berusia belasan dan
duapuluhan tahun. Artinya pada usia-usia emas produktivitas manusia. Ketiga,
menurut BPS, Indonesia, termasuk NTB mendapatkan “bonus demografi” antara tahun
2010-2035, dimana penduduk usia produktifnya lebih banyak dari mereka yang
tergolong non produktif. Dengan demikian
pada tahun tersebut, jumlah mereka yang tergolong produktif di NTB akan
dominan. Tinggal bagaimana kita mengarahkan
sehingga mereka bisa menjadi tenaga kerja produktif dan sekaligus
berkualitas. Kata kuncinya di situ. Seperti yang dikatakan oleh Prof. Rochmat,
yang juga Rektor Universitas Negeri Yogyakarta,
Generasi Emas adalah “generasi berkarakter, produktif, unggul,
kompetitif, dan peduli.” Kalau kita
mengacu kepada definisi versi Ary Ginanjar, seorang motivator dan pendiri
Lembaga ESQ, generasi emas adalah sebuah generasi yang hidup di era tersebut,
memiliki tingkat intelektualitas, emosionalitas, dan spiritualitas, tinggi dan
seimbang. Dengan keseimbangan dan
keunggulan ketiga unsur tersebutlah, menurut Ary, Indonesia ini akan dapat
menguasai dunia.
Mengukur Generasi Emas itu bisa juga sederhana. Untuk pendidikan, misalnya, ukuran paling
sederhana adalah tidak ada lagi anggota generasi tersebut yang buta huruf.
Bahkan sebagian besar, artinya lebih dari setengahnya telah menamatkan
pendidikan SMTA. Wajar 12 Tahun sudah
tuntas. Prosentase penduduk yang masuk
di Perguruan Tinggi juga meningkat. Katakanlah 25 persen dari penduduk usia
produktif. Dapat didisain, berapa persen
anak-anak lulusan SMTA yang harus melanjutkan ke PT. Untuk menjaring ‘emas’ yang sesungguhnya,
harus juga direncanakan dari sekarang sebuah program yang mengidentifikasi
anak-anak berotak cemerlang atau jenius untuk ‘diprogramkan’ masuk ke Perguruan
Tinggi terkemuka di dalam dan luar negeri.
Pada waktunya, anak-anak inilah yang diharapkan akan membangun dan/atau
membawa nama baik NTB di tingkat nasional bahkan Indonesia di dunia internasional.
Untuk kesehatan, indikator umum tentulah usia harapan hidup
dengan berbagai variabelnya. Yang jelas
adalah, berbagai perilaku hidup bersih dan sehat sudah menjadi budaya
masyarakat kita di NTB. Semua rumah
sudah memiliki jamban sendiri. Demikian
pula akses masyarakat terhadap air bersih juga demikian. Tidak boleh ada kampung atau desa yang
warganya kesulitan terhadap air bersih sepanjang tahun. Program NTB Hijau diharapkan sudah
menampakkan hasil dan memberi manfaat nyata pada tahun itu, dimana luas lahan
kering sudah berkurang secara signifikan.
Berbagai program pembangunan waduk dan embung yang sekarang masuk RPJM
sudah akan selesai dan bahkan pada tahun itu sudah dimanfaatkan utuk mengairi
lahan yang sekarang masuk kategori kering.
Dari ukuran ekonomi, pada tahun 2025, sudah akan sangat
sedikit mereka yang masuk kategori keluarga miskin. Katakanlah di bawah lima persen. Bahkan kalau menggunakan ukuran kemiskinan
yang kita pakai sekarang, pada tahun 2025, mungkin sudah tidak akan ada
lagi. Sebagian besar angkatan kerja
telah terserap di berbagai bidang ketenaga kerjaan. Kalau sekarang, pendapatan per kapita kita di
NTB berada di bawah rata-rata nasional, maka pada tahun 2025, kita harus berani
mentargetkan sama atau bahkan di atas rata-rata nasional. Sehingga jika Indonesia berhasil mencapai
target peningkatan pendapatan per kapita sesuai dengan Roadmap MP3EI 15.000
dolar per kapita pertahun pada tahun 2025, maka di era NTB Emas 2025, kita juga harus bisa
seperti itu.
Mungkin masih banyak lagi indikator lain yang dapat kita
disain yang akan menjadi pegangan kita dalam mengarahkan berbagai program
pembangunan di NTB sepuluh atau lima belas tahun ke depan. Namun yang pasti adalah, apa yang telah kita
hasilkan di saat kita merayakan Ulang Tahun NTB ke 54 ini, akan menjadi modal
utama kita untuk bergerak, bekerja, dan melanjutkan berbagai ikhtiar secara
bersama-sama. Sekali layar terkembang,
pantang biduk surut ke belakang. Pada saat itulah, NTB akan benar-benar menjadi
bagian dari Indonesia, dalam makna yang sesungguhnya, seperti yang menjadi salah
satu alasan, mengapa Bapak Dr. TGH M. Zainul Majdi, berkehendak untuk maju lagi
menjadi Gubernur NTB lima tahun mendatang. Insya Allah. Wallahu ‘alam bissawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar