Rabu, 18 September 2013

GENERASI EMAS NTB 2025


MENUJU “GENERASI EMAS” NTB 2025

Oleh Dr. H. Rosiady Sayuti
Kepala BAPPEDA NTB

Saya kira, kado terindah buat Nusa Tenggara Barat yang hari ini berusia 54 Tahun adalah keberhasilannya dalam hal pembangunan sumberdaya manusianya. Baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi. Di bidang pendidikan misalnya, baru pertama kali dalam sejarah, NTB berhasil meningkatkan angka partisipasi sekolah untuk anak usia sekolah SD-SMPatau MI-MTs mendekati 100 persen. Ini artinya, nyaris tidak ada anak usia sekolah pendidikan dasar (SD-SMP) yang tidak berada di bangku sekolah.  Sementara untuk anak usia  SMA dan sederajat, makin tahun juga makin meningkat. Targetnya, di tahun 2012 ini, APM untuk SMA dan sederajat bisa mendekati angka 90 persen.  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa program wajib belajar 9 tahun di NTB sudah berhasil dilaksanakan dan telah siap untuk melaksanakan wajib belajar 12 tahun.

Di bidang kesehatan, derajat kesehatan masyarakat juga kian meningkat. Ini diindikasikan dengan makin menurunnya angka kematian bayi dan balita dan ibu melahirkan. Menurut pakar demografi dari Universitas Mataram, Ir. Anwar Fachry, MA, berdasarkan evaluasi dari hasil Sensus Penduduk 2010, NTB mengalami apa yang disebut sebagai silent revolution. Ini ditunjukkan dengan data yang sangat positif berkait dengan kondisi demografi di NTB.  Usia harapan hidup masyarakat di NTB meningkat drastis menjadi 67 tahun dari posisi 58 pada SP 2000.  Ini menunjukkan berbagai program pembangunan kesehatan di NTB telah berhasil dengan sangat baik.  Berbagai Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular seperti malaria, diare, dan lain-lain, yang pada zaman lima sepuluh tahun lalu seolah menjadi ‘langganan’ di NTB, lima tahun terakhir ini ‘nyaris tak terdengar.’

Di bidang ekonomi, baru pertama kali dalam sejarah (meminjam kalimat pak CM dalam akun twitternya), NTB berhasil menurunkan prosentase angka kemiskinan di bawah dua puluh persen.  Bahkan dalam dua tahun terkahir, NTB berhasil menjadi propinsi paling tinggi ke empat terkait penurunan angka kemiskinan ini setelah Papua, Maluku, dan Gorontalo.  Keberhasilan ini tentu tidak lepas dari berbagai program pembangunan yang secara terarah dan terpadu di laksanakan di NTB, baik di bidang sosial, ekonomi, dan infrastruktur.  Telah mulusnya ruas ruas jalan-jalan nasional dan propinsi dari Ampenan sampai Sape menjadi salah satu penyumbang meningkatnya pendapatan masyarakat dan penurunan angka kemiskinan tersebut. Disamping program lain seperti BSS, 3A, Wirausahabaru, dan lain-lain.

Generasi Emas 2025

Dari berbagai keberhasilan Nusa Tenggara Barat  tersebut, maka bukanlah sebuah hayalan kalau kemudian kita mulai membangun visi bersama menghadapi masa depan dengan target capaian di tahun 2025. Visi yang saya maksudkan adalah tekad kita  “mempersiapkan Generasi Emas NTB 2025.”
Mengapa 2025?  Pertama, karena 2025 adalah akhir dari RPJP NTB 2005-2025.  Kedua, pada tahun tersebut, anak-anak yang lahir di era 2000an dimana cukup banyak program pemerintah yang mempengaruhi secara positif tingkat intelektualitas dan derajat kesehatan mereka, seperti Wajar 9 Tahun, HKI, NICE, PKH, PNPM, dan lain-lain akan berusia belasan dan duapuluhan tahun. Artinya pada usia-usia emas produktivitas manusia. Ketiga, menurut BPS, Indonesia, termasuk NTB mendapatkan “bonus demografi” antara tahun 2010-2035, dimana penduduk usia produktifnya lebih banyak dari mereka yang tergolong non produktif.  Dengan demikian pada tahun tersebut, jumlah mereka yang tergolong produktif di NTB akan dominan.  Tinggal bagaimana kita mengarahkan sehingga mereka bisa menjadi tenaga kerja produktif dan sekaligus berkualitas.  Kata kuncinya di situ.  Seperti yang dikatakan oleh Prof. Rochmat, yang juga Rektor Universitas Negeri Yogyakarta,  Generasi Emas adalah “generasi berkarakter, produktif, unggul, kompetitif, dan peduli.”   Kalau kita mengacu kepada definisi versi Ary Ginanjar, seorang motivator dan pendiri Lembaga ESQ, generasi emas adalah sebuah generasi yang hidup di era tersebut, memiliki tingkat intelektualitas, emosionalitas, dan spiritualitas, tinggi dan seimbang.  Dengan keseimbangan dan keunggulan ketiga unsur tersebutlah, menurut Ary, Indonesia ini akan dapat menguasai dunia.

Mengukur Generasi Emas itu bisa juga sederhana.  Untuk pendidikan, misalnya, ukuran paling sederhana adalah tidak ada lagi anggota generasi tersebut yang buta huruf. Bahkan sebagian besar, artinya lebih dari setengahnya telah menamatkan pendidikan SMTA.  Wajar 12 Tahun sudah tuntas.  Prosentase penduduk yang masuk di Perguruan Tinggi juga meningkat. Katakanlah 25 persen dari penduduk usia produktif.  Dapat didisain, berapa persen anak-anak lulusan SMTA yang harus melanjutkan ke PT.  Untuk menjaring ‘emas’ yang sesungguhnya, harus juga direncanakan dari sekarang sebuah program yang mengidentifikasi anak-anak berotak cemerlang atau jenius untuk ‘diprogramkan’ masuk ke Perguruan Tinggi terkemuka di dalam dan luar negeri.  Pada waktunya, anak-anak inilah yang diharapkan akan membangun dan/atau membawa nama baik NTB di tingkat nasional bahkan Indonesia di dunia internasional.

Untuk kesehatan, indikator umum tentulah usia harapan hidup dengan berbagai variabelnya.  Yang jelas adalah, berbagai perilaku hidup bersih dan sehat sudah menjadi budaya masyarakat kita di NTB.  Semua rumah sudah memiliki jamban sendiri.  Demikian pula akses masyarakat terhadap air bersih juga demikian.  Tidak boleh ada kampung atau desa yang warganya kesulitan terhadap air bersih sepanjang tahun.  Program NTB Hijau diharapkan sudah menampakkan hasil dan memberi manfaat nyata pada tahun itu, dimana luas lahan kering sudah berkurang secara signifikan.  Berbagai program pembangunan waduk dan embung yang sekarang masuk RPJM sudah akan selesai dan bahkan pada tahun itu sudah dimanfaatkan utuk mengairi lahan yang sekarang masuk kategori  kering.

Dari ukuran ekonomi, pada tahun 2025, sudah akan sangat sedikit mereka yang masuk kategori keluarga miskin.   Katakanlah di bawah lima persen.  Bahkan kalau menggunakan ukuran kemiskinan yang kita pakai sekarang, pada tahun 2025, mungkin sudah tidak akan ada lagi.  Sebagian besar angkatan kerja telah terserap di berbagai bidang ketenaga kerjaan.  Kalau sekarang, pendapatan per kapita kita di NTB berada di bawah rata-rata nasional, maka pada tahun 2025, kita harus berani mentargetkan sama atau bahkan di atas rata-rata nasional.  Sehingga jika Indonesia berhasil mencapai target peningkatan pendapatan per kapita sesuai dengan Roadmap MP3EI 15.000 dolar per kapita pertahun pada tahun 2025, maka  di era NTB Emas 2025, kita juga harus bisa seperti itu.

Mungkin masih banyak lagi indikator lain yang dapat kita disain yang akan menjadi pegangan kita dalam mengarahkan berbagai program pembangunan di NTB sepuluh atau lima belas tahun ke depan.  Namun yang pasti adalah, apa yang telah kita hasilkan di saat kita merayakan Ulang Tahun NTB ke 54 ini, akan menjadi modal utama kita untuk bergerak, bekerja, dan melanjutkan berbagai ikhtiar secara bersama-sama.  Sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke belakang. Pada saat itulah, NTB akan benar-benar menjadi bagian dari Indonesia, dalam makna yang sesungguhnya, seperti yang menjadi salah satu alasan, mengapa Bapak Dr. TGH M. Zainul Majdi, berkehendak untuk maju lagi menjadi Gubernur NTB lima tahun mendatang. Insya Allah. Wallahu ‘alam bissawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar