Belajar dari “Indonesia
Mengajar”
Oleh Dr. Rosiady Sayuti
Berhenti mengecam
kegelapan. Nyalakan lilin.
Ini negeri besar dan
akan lebih besar. Sekedar mengeluh dan mengecam kegelapan tidak akan mengubah
apapun. Nyalakan lilin, lakukan sesuatu.
Kalimat kalimat tersebut dapat Anda temukan pada blog
Indonesia Mengajar (indonesiamengajar.org).
Karena karyanya itu, Dr. Anies Baswedan diundang untuk berbicara di
Indonesia Update 2012, di Canberra 20-21 September yang lalu. Saya sendiri diundang atas sponsorship dari
AIPD-AusAID, bersama dengan empat Kepala Bappeda Provinsi lain yang menjadi
lokasi kegiatan AIPD dalam lima tahun ke depan.
Program Indonesia Mengajar itu sendiri merupakan gagasan
Anies Baswedan yang pada intinya merekrut anak anak muda lulusan terbaik dari
berbagai perguruan tinggi terbaik di Indonesia.
Setelah dilatih khusus selama beberapa waktu, mereka dikirim ke daerah
daerah terpencil untuk membantu mengajar di SD-SD daerah terpencil
tersebut. Di NTB, yang mendapat kiriman
adalah SD-SD terpencil di kabupaten Bima, seperti wilayah kecamatan Sanggar di
punggung Gunung Tambora dimana untuk menjangkau daerah tersebut perlu naik ojek
atau bahkan harus jalan kaki. Belum bisa
dijangkau oleh kendaraan umum. Banyak
juga yang ditugaskan di pulau pulau terluar Indonesia, atau di puncak
pegunungan Papua, dan sebagainya.
Intinya adalah, melalui program ini para sarjana baru yang
rata rata memiliki IP di atas tiga itu, dan memiliki idealisme tinggi
untukmengabdi, diberi kesempatan untuk mencari pengalaman yang akan menjadi
bekal mereka kelak. Istilah Pak Anies, “one year experience, lifetime
inspiring…” Mereka bertugas selama
setahun. Mengajar di SD-SD yang gurunya sendiri pasti sangat terbatas, baik
dari segi jumlah maupun kualitas. Mereka
tinggal di desa terpencil selama setahun, bergaul dengan masyarakat desa,
bergaul dengan mereka, dan dengan itu, mereka akan dapat mengetahui apa
sesungguhnya yang dirasakan oleh masyarakat desa tersebut. Satu lagi, menurut
pak Anies dalam presentasinya, mereka akan menyadari betapa luasnya negara yang
bernama Indonesia ini. Betapa besarnya
negara yang bernama Indonesia ini. Dan
karena itu, akan memahami juga, betapa tidak mudahnya, mengurus negara yang
bernama Indonesia ini. Itulah filosofi
dibalik kalimat yag dijadikan tagline dalam blognya, seperti yang saya kutip di
awal tulisan ini.
Memang Indonesia adalah negara besar. Tidak ada satupun negara di dunia yang jumlah
pulau pulaunya seperti Indonesia. Saking
besarnya, kalau dibandingkan dengan Eropah, dari ujung ke ujung, hampir sama
dengan nusantara. Begitu pula kalau kita
bandingkan dengan benua Amerika.
Sehingga memang tidaklah mudah mengelola negara yang bernama Indonesia
itu. Siapapun dia.
Kesadaran itulah yang ingin dibangun oleh Anies Baswedan melalui
para pemimpin bangsa di masa depan, yang bernama generasi muda. Para kader penerus dari sarjana sarjana
cerdas dari berbagai perguruan tinggi yang telah memiliki rekord terbaik selama
ini. Yang dari perguruan tinggi itu pulalah lahir kader bangsa yang berkiprah
membangun bangsa melalui jalur ‘oposisi’ yang mengkritisi setiap langkah pemerintah. Kiprah yang memang diperlukan, dalam rangka
mengawasi para pelaksana pembangunan agar tidak sewenang-wenang, tidak
mementingkan kelompok tertentu saja, dan sebagainya. Meski tidak jarang juga
kadang suara-suara mereka ‘memekakkan’ telinga yang dikritik.
Bagaimana hasilnya? Menurut Dr. Anies Baswedan, sang pemilik
brand, ternyata luar biasa. Baik bagi
anak-anak di daerah terpencil, terluar, dan ter’pinggirkan’ selama ini, maupun
bagi anak-anak bangsa yang secara sukarela dan penuh semangat menjadi Pengajar
Muda dan bekerja setahun penuh selama ini.
Anak-anak di sekolah-sekolah tersebut sangat senang dan bersemangat karena
kehadiran program Indonesia Mengajar memberikan warna baru bagi mereka. Baik di
depan klas, maupun juga di luar klas. Banyak guru-guru mereka yang biasanya
masuk senin-kamis (ya memang dua hari dalam seminggu), kini menjadi rajin. Tentu mereka merasa malu hati, karena
kehadiran anak-anak muda dari kota ini ‘memaksa’ mereka untuk menjadi
rajin. Telah menjadi rahasia umum, kalau
mental para guru kita di sekolah-sekolah terpencil seperti itu. Meski
sesungguhnya pemerintah telah menambah uang kesejahteraan mereka lebih dari
mereka yang bertugas didaerah normal.
Masyarakat setempat juga merasakan manfaatnya; karena
anak-anak muda ini juga melakukan kegiatan membangun perpustakaan, mengaktifkan kegiatan luar sekolah bagi
anak-anak muda sebaya mereka, membangun budaya baca di masyarakat, dan lain-lain. Sebaliknya, bagi para tenaga muda itu
sendiri, benar-benar seperti yang dijanjikan program ini, yakni “one year
experience, lifetime inspiring….” Memberikan inspirasi bukan saja bagi anak
didik, warga masyarakat setempat, maupun bagi mereka, para Pengajar Muda itu
sendiri. Bahwa mereka dapat berbuat
untuk turut membangun negeri. Bahwa
mereka sesungguhnya dapat menyumbangkan sesuatu yang mereka miliki, untuk turut
meningkatkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan ke seluruh negeri. Mereka terinspirasi oleh senyum mekar
anak-anak negeri yang tak pernah mereka dapati di kota-kota; bahkan mungkin di
keluarga mereka sendiri. Banyak dari
mereka yang berasal dari keluarga super sibuk, yang tidak pernah tahu, betapa
masyarakat desa di tempat jauh, harus berpanas-panas di tengah ladang atau
bahkan di tengah laut, hanya untuk menyambung hidup dari hari ke hari. Banyak
dari mereka tidak pernah tahu, kalau banyak dari anak-anak negeri ini yang
berangkat sekolah dengan perut kosong, namun tetap memiliki semangat tinggi
untuk menuntut ilmu.
Itulah yang mereka temui, mereka ajak berdiskusi sehari
hari, selama setahun mengabdi. Hasilnya?
Pak Anies berceritera, bahwa dari para peserta Indonesia Mengajar, tidak
sedikit yang kemudian memberikan apresiasi kepada para pegawai negeri; yang
meski dengan gaji pas pasan, harus melayani masyarakat di pelosok negeri,
terkadang jauh dari sanak keluarga mereka sendiri. Konon ada peserta yang keluar dari perusahaan
multinasional tempatnya bekerja selama ini, karena sadar bahwa membangun
masyarakat sendiri secara langsung, membawa keberkahan dan kenikmatan
tersendiri; dibanding hanya mengejar kekayaan dengan memperbesar perusahaan
orang luar negeri. Terima kasih Bung
Anies, yang telah menginspirasi kami.
Kami tidak akan lagi hanya bisa mengecam kegelapan. Kami akan meyalakan
lilin, untuk mendapatkan secercah sinar, yang akan menyinari dunia, dan juga
hati kami. Insya Allah. (Sydney, 23 September 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar