Rabu, 18 September 2013

INDONESIA MENGAJAR


Belajar dari “Indonesia Mengajar”

Oleh Dr. Rosiady Sayuti

Berhenti mengecam kegelapan. Nyalakan lilin.
Ini negeri besar dan akan lebih besar. Sekedar mengeluh dan mengecam kegelapan tidak akan mengubah apapun. Nyalakan lilin, lakukan sesuatu.

Kalimat kalimat tersebut dapat Anda temukan pada blog Indonesia Mengajar (indonesiamengajar.org).  Karena karyanya itu, Dr. Anies Baswedan diundang untuk berbicara di Indonesia Update 2012, di Canberra 20-21 September yang lalu.   Saya sendiri diundang atas sponsorship dari AIPD-AusAID, bersama dengan empat Kepala Bappeda Provinsi lain yang menjadi lokasi kegiatan AIPD dalam lima tahun ke depan.

Program Indonesia Mengajar itu sendiri merupakan gagasan Anies Baswedan yang pada intinya merekrut anak anak muda lulusan terbaik dari berbagai perguruan tinggi terbaik di Indonesia.  Setelah dilatih khusus selama beberapa waktu, mereka dikirim ke daerah daerah terpencil untuk membantu mengajar di SD-SD daerah terpencil tersebut.  Di NTB, yang mendapat kiriman adalah SD-SD terpencil di kabupaten Bima, seperti wilayah kecamatan Sanggar di punggung Gunung Tambora dimana untuk menjangkau daerah tersebut perlu naik ojek atau bahkan harus jalan kaki.  Belum bisa dijangkau oleh kendaraan umum.  Banyak juga yang ditugaskan di pulau pulau terluar Indonesia, atau di puncak pegunungan Papua, dan sebagainya.

Intinya adalah, melalui program ini para sarjana baru yang rata rata memiliki IP di atas tiga itu, dan memiliki idealisme tinggi untukmengabdi, diberi kesempatan untuk mencari pengalaman yang akan menjadi bekal mereka kelak. Istilah Pak Anies, “one year experience, lifetime inspiring…”   Mereka bertugas selama setahun. Mengajar di SD-SD yang gurunya sendiri pasti sangat terbatas, baik dari segi jumlah maupun kualitas.  Mereka tinggal di desa terpencil selama setahun, bergaul dengan masyarakat desa, bergaul dengan mereka, dan dengan itu, mereka akan dapat mengetahui apa sesungguhnya yang dirasakan oleh masyarakat desa tersebut. Satu lagi, menurut pak Anies dalam presentasinya, mereka akan menyadari betapa luasnya negara yang bernama Indonesia ini.  Betapa besarnya negara yang bernama Indonesia ini.  Dan karena itu, akan memahami juga, betapa tidak mudahnya, mengurus negara yang bernama Indonesia ini.  Itulah filosofi dibalik kalimat yag dijadikan tagline dalam blognya, seperti yang saya kutip di awal tulisan ini.

Memang Indonesia adalah negara besar.  Tidak ada satupun negara di dunia yang jumlah pulau pulaunya seperti Indonesia.  Saking besarnya, kalau dibandingkan dengan Eropah, dari ujung ke ujung, hampir sama dengan nusantara.  Begitu pula kalau kita bandingkan dengan benua Amerika.  Sehingga memang tidaklah mudah mengelola negara yang bernama Indonesia itu. Siapapun dia.

Kesadaran itulah yang ingin dibangun oleh Anies Baswedan melalui para pemimpin bangsa di masa depan, yang bernama generasi muda.  Para kader penerus dari sarjana sarjana cerdas dari berbagai perguruan tinggi yang telah memiliki rekord terbaik selama ini. Yang dari perguruan tinggi itu pulalah lahir kader bangsa yang berkiprah membangun bangsa melalui jalur ‘oposisi’ yang  mengkritisi setiap langkah pemerintah.  Kiprah yang memang diperlukan, dalam rangka mengawasi para pelaksana pembangunan agar tidak sewenang-wenang, tidak mementingkan kelompok tertentu saja, dan sebagainya. Meski tidak jarang juga kadang suara-suara mereka ‘memekakkan’ telinga yang dikritik.

Bagaimana hasilnya? Menurut Dr. Anies Baswedan, sang pemilik brand, ternyata luar biasa.  Baik bagi anak-anak di daerah terpencil, terluar, dan ter’pinggirkan’ selama ini, maupun bagi anak-anak bangsa yang secara sukarela dan penuh semangat menjadi Pengajar Muda dan bekerja setahun penuh selama ini.  Anak-anak di sekolah-sekolah tersebut sangat senang dan bersemangat karena kehadiran program Indonesia Mengajar memberikan warna baru bagi mereka. Baik di depan klas, maupun juga di luar klas. Banyak guru-guru mereka yang biasanya masuk senin-kamis (ya memang dua hari dalam seminggu), kini menjadi rajin.  Tentu mereka merasa malu hati, karena kehadiran anak-anak muda dari kota ini ‘memaksa’ mereka untuk menjadi rajin.  Telah menjadi rahasia umum, kalau mental para guru kita di sekolah-sekolah terpencil seperti itu. Meski sesungguhnya pemerintah telah menambah uang kesejahteraan mereka lebih dari mereka yang bertugas didaerah normal.

Masyarakat setempat juga merasakan manfaatnya; karena anak-anak muda ini juga melakukan kegiatan membangun perpustakaan,  mengaktifkan kegiatan luar sekolah bagi anak-anak muda sebaya mereka, membangun budaya baca di masyarakat, dan lain-lain.  Sebaliknya, bagi para tenaga muda itu sendiri, benar-benar seperti yang dijanjikan program ini, yakni “one year experience, lifetime inspiring….” Memberikan inspirasi bukan saja bagi anak didik, warga masyarakat setempat, maupun bagi mereka, para Pengajar Muda itu sendiri.  Bahwa mereka dapat berbuat untuk turut membangun negeri.  Bahwa mereka sesungguhnya dapat menyumbangkan sesuatu yang mereka miliki, untuk turut meningkatkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan ke seluruh negeri.   Mereka terinspirasi oleh senyum mekar anak-anak negeri yang tak pernah mereka dapati di kota-kota; bahkan mungkin di keluarga mereka sendiri.  Banyak dari mereka yang berasal dari keluarga super sibuk, yang tidak pernah tahu, betapa masyarakat desa di tempat jauh, harus berpanas-panas di tengah ladang atau bahkan di tengah laut, hanya untuk menyambung hidup dari hari ke hari. Banyak dari mereka tidak pernah tahu, kalau banyak dari anak-anak negeri ini yang berangkat sekolah dengan perut kosong, namun tetap memiliki semangat tinggi untuk menuntut ilmu.

Itulah yang mereka temui, mereka ajak berdiskusi sehari hari, selama setahun mengabdi.  Hasilnya? Pak Anies berceritera, bahwa dari para peserta Indonesia Mengajar, tidak sedikit yang kemudian memberikan apresiasi kepada para pegawai negeri; yang meski dengan gaji pas pasan, harus melayani masyarakat di pelosok negeri, terkadang jauh dari sanak keluarga mereka sendiri.  Konon ada peserta yang keluar dari perusahaan multinasional tempatnya bekerja selama ini, karena sadar bahwa membangun masyarakat sendiri secara langsung, membawa keberkahan dan kenikmatan tersendiri; dibanding hanya mengejar kekayaan dengan memperbesar perusahaan orang luar negeri.  Terima kasih Bung Anies, yang telah menginspirasi kami.  Kami tidak akan lagi hanya bisa mengecam kegelapan. Kami akan meyalakan lilin, untuk mendapatkan secercah sinar, yang akan menyinari dunia, dan juga hati kami. Insya Allah. (Sydney, 23 September 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar