“INDONESIA TERPAKSA MAJU:” Bagaimana NTB?
Oleh Dr. Rosiady Sayuti
Bahasa wartawan, atau mantan wartawan, memang beda. Beda
dengan akademisi, politisi, apalagi dengan birokrasi. “Indonesia terpaksa maju,” seperti judul
tulisan ini adalah kalimat yang diucapkan oleh Pak Dahlan Iskan, Menteri Negara
BUMN RI, yang nota bene adalah mantan wartawan.
Beliau mengucapkan kalimat tersebut di hadapan ribuan wisudawan
Universitas Brawijaya Malang, yang saya hadiri karena anak pertama saya menjadi
wisudawan, Sabtu 20 Oktober kemarin.
“Indonesia terpaksa maju,” menurut pak Dahlan, karena saat
ini terdapat 136 juta orang di Indonesai ini yang sudah siap maju. Mereka itu
tidak lagi memikirkan apa yang akan dimakan hari ini. Mereka tidak lagi memikirkan apa yang akan
dikonsumsi minggu depan. Mereka tidak
lagi memikirkan soal rumah, soal pakaian, ataupun soal kebutuhan pokok
lainnya. Yang mereka fikirkan adalah
bagaimana agar bisnis mereka, usaha mereka, pekerjaan mereka, hari ini lebih
baik dari hari kemarin. Usaha mereka
bulan depan lebih maju dari usaha mereka bulan ini. Jumlah tenaga kerja yang mereka pekerjakan
makin bertambah dan bertambah; sehingga hidup mereka makin berarti dari hari ke
hari. Ada 136 juta orang, warga
Indonesia yang seperti itu. Yang kalau
dibandingkan dengan negara Malaysia, lebih dari sepuluh kali lipat. Artinya, akan tercipta sepuluh kali negara
Malaysia yang akan menjadikan Indonesia sebagai negara maju.
Jumlah yang sangat besar inilah yang tidak akan dapat
dibendung oleh siapapun. Dalam kalimat pak Dahlan, meski banyak yang pesimis
dengan “apakah Indonesia bisa maju, padahal korupsi masih merajalela, demokrasi
masih setengah hati, pemerintah gagal mensejahterkan rakyatnya,” dan berbagai
kalimat bernada pesimis dan skeptis lainnya; namun kenyataannya, pada hari ini
di Indonesia, ada 136 juta rakyat Indonesia yang sudah siap maju. “jadi, kalaupun Indonesia ini dipimpin oleh
pemerintah yang tidak mau rakyatnya maju, tidak mau masyarakatnya sejahtera,
dengan kondisi aktual kelas menengah Indonesia seperti itu, maka Indonesia
pasti akan maju. Kita akan lihat dalam
lima atau sepuluh tahun yang akan datang, Indonesia akan menjadi negara yang
terpaksa maju,” ungkap pak Dis yang disambut dengan tepuk tangan oleh para
wisudawan.
Yang tidak dijelaskan oleh beliau adalah kondisi hari ini,
tentu tidak terlepas dari kontribusi para pengambil kebijakan di negeri ini
dalam kurun waktu yang cukup lama. Peran
dan pengaruh kuat para presiden dari masa ke masa yang telah mengantarkan
republik ini, mengantarkan seluruh rakyat menuju ke arah kemajuan sehingga
tercipta 136 juta rakyat yang siap untuk maju itu.
Bahwa masih ada lebih dari dua puluh juta penduduk yang
masih bergelut dengan kemiskinan, masih harus terpaksa memikirkan kebutuhan
dasar dan pokoknya sehari hari, hingga hari ini, tentu harus juga diakui.
Itulah tugas pemerintah selanjutnya, untuk menanggulanginya. Tugas pemerintah
pulalah untuk mengentaskannya, mengeluarkan mereka dari jaring kemiskinan,
untuk selanjutnya turut serta dalam barisan penduduk yang siap maju. Apakah
secara intra generasi atau antar generasi.
Yang dapat dimainkan oleh pemerintah sesungguhnya adalah mengambil
kebijakan yang dapat mempercepat proses pengentasan kemiskinan, selaras dengan
bergeraknya 136 juta rakyat yang dimaksud oleh pak Dahlan itu. Dalam kalimat
yang jadi judul salah satu buku saya, harus ada “Affirmative Policy” yang
secara konsisten dijalankan pemerintah, sehingga kelompok masyarakat miskin,
terutama di daerah daerah yang tertinggal, akan lebih cepat terentaskan. Lebih cepat dari harapan kaum miskin itu sendiri.
Bagaimana dengan NTB?
Kalau kita menggunakan bahasanya Pak Dahlan Iskan, maka NTB
juga termasuk didalam barisan bangsa yang akan ‘terpaksa’ maju. Di NTB, ada sekitar 3,6 juta penduduk yang
sudah siap maju; kalau kita menggunakan kamusnya pak Dahlan. Yang sudah tidak risau dengan kebutuhan dasar
sehari hari. Sekarang saja kita sudah mulai merasakan itu. Baru setahun BIL beroperasi, dinamika
perekonomian daerah ini mulai terasa meningkat secara signifikan. Indikator paling sederhana untuk mengukur
kemajuan ekonomi adalah mulai padatnya arus kendaraan di jalan raya; daya beli
masyarakat mulai meningkat. Para
pengembang property kewalahan untuk menyediakan komplek perumahan yang
ditawarkan. “Kita menjual rumah di NTB ini seperti menjual kacang goreng saja;
berapapun yang ditawarkan, tidak perlu waktu lama, langsung terjual,” ungkap
salah seorang pengembang pada penulis, suatu ketika. “Bank-bank mulai melirik NTB untuk membuka kantor
cabangnya,” kata Pemimpin Bank Indonesia Mataram suatu ketika. “Itu artinya ekonomi di NTB sudah mulai
menggeliat,” kata beliau. Karena memang
tidak mungkinlah sebuah bank akan membuka kantor cabang tanpa didasari oleh
kajian yang mendalam dan akurat tentang daya beli dan prospek ekonomi di suatu
daerah. “Bukan hanya bank milik
pemerintah dan swasta nasional, tapi bank asingpun sudah banyak yang mengurus
ijinnya, untuk membuka cabang di NTB,” lanjut beliau. “Hitung saja jumlah ATM yang ada sekarang.
Dari berbagai nama bank,” pungkasnya.
Saya membayangkan, kalau saja Mandalika Resort mulai
dibangun tahun ini, beberapa usaha
pertambangan yang sudah siap eksploitasi juga dimulai, seperti marmer di Bima,
lantas pabrik pengolahan hasil laut di Teluk Santong, pabrik rumput laut di
Dompu dan Lombok Timur, untuk menyebut beberapa simpul ekonomi yang sudah pasti
beroperasi di NTB, Gerakan Seratus Ribu Wirausaha Baru sukses, maka apa yang
disampaikan pak Dahlan tersebut bukanlah bualan seorang mantan wartawan. Tapi adalah suatu keniscayaan yang secara
teoritis memang seharusnya akan terjadi.
Kalau bahasa agamanya, sudah menjadi sunatullah. Bahwa dalam lima - sepuluh tahun ke depan,
Indonesia, dan NTB di dalamnya akan menjadi maju. Tinggal bagaimana pemerintah daerah menjaga
kondusifitas daerah, meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan penduduk, memelihara dan terus mengembangkan berbagai
infrastruktur dan menjamin ketersediaan energi yang diperlukan untuk membangun.
Dari berbagai perbaikan angka-angka indikator yang yang
pernah saya tulis sebelumnya, sebagai dampak dari kerja keras masyarakat dan
pemerintah serta dunia usaha selama lima atau sepuluh tahun terakhir, maka
manakala Indonesia ‘terpaksa’ maju (meminjam istilah pak Dahlan Iskan) suatu
ketika nanti, maka, NTB pun akan ikut didalam kemajuan itu. Kalaupun masih ada yang pesimis, bahkan
cenderung skeptis, maka kita, bagian dari yang optimis dan selalu berfikir
positif , jangan pernah terpengaruh. Seperti
katanya pak Dahlan kepada para para wisudawan UB hari itu: ”kalian memiliki
kesempatan untuk memilih, apakah akan ikut gelombang kemajuan bersama dengan
136 juta rakyat Indonesia yang sudah siap maju, atau terlena dengan
fikiran-fikiran pesimis dan skeptis yang membawa kalian sebagai orang yang
selalu mengeluh dan menyalahkan keadaan.”
Wallahu ‘alam bissawab. (Surabaya, 21 Oktober 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar