Rabu, 18 September 2013

INDONESIA TERPAKSA MAJU


“INDONESIA TERPAKSA MAJU:” Bagaimana NTB?
Oleh Dr. Rosiady Sayuti

Bahasa wartawan, atau mantan wartawan, memang beda. Beda dengan akademisi, politisi, apalagi dengan birokrasi.  “Indonesia terpaksa maju,” seperti judul tulisan ini adalah kalimat yang diucapkan oleh Pak Dahlan Iskan, Menteri Negara BUMN RI, yang nota bene adalah mantan wartawan.  Beliau mengucapkan kalimat tersebut di hadapan ribuan wisudawan Universitas Brawijaya Malang, yang saya hadiri karena anak pertama saya menjadi wisudawan, Sabtu 20 Oktober kemarin.

“Indonesia terpaksa maju,” menurut pak Dahlan, karena saat ini terdapat 136 juta orang di Indonesai ini yang sudah siap maju. Mereka itu tidak lagi memikirkan apa yang akan dimakan hari ini.  Mereka tidak lagi memikirkan apa yang akan dikonsumsi minggu depan.  Mereka tidak lagi memikirkan soal rumah, soal pakaian, ataupun soal kebutuhan pokok lainnya.  Yang mereka fikirkan adalah bagaimana agar bisnis mereka, usaha mereka, pekerjaan mereka, hari ini lebih baik dari hari kemarin.  Usaha mereka bulan depan lebih maju dari usaha mereka bulan ini.  Jumlah tenaga kerja yang mereka pekerjakan makin bertambah dan bertambah; sehingga hidup mereka makin berarti dari hari ke hari.  Ada 136 juta orang, warga Indonesia yang seperti itu.  Yang kalau dibandingkan dengan negara Malaysia, lebih dari sepuluh kali lipat.  Artinya, akan tercipta sepuluh kali negara Malaysia yang akan menjadikan Indonesia sebagai negara maju.  

Jumlah yang sangat besar inilah yang tidak akan dapat dibendung oleh siapapun. Dalam kalimat pak Dahlan, meski banyak yang pesimis dengan “apakah Indonesia bisa maju, padahal korupsi masih merajalela, demokrasi masih setengah hati, pemerintah gagal mensejahterkan rakyatnya,” dan berbagai kalimat bernada pesimis dan skeptis lainnya; namun kenyataannya, pada hari ini di Indonesia, ada 136 juta rakyat Indonesia yang sudah siap maju.  “jadi, kalaupun Indonesia ini dipimpin oleh pemerintah yang tidak mau rakyatnya maju, tidak mau masyarakatnya sejahtera, dengan kondisi aktual kelas menengah Indonesia seperti itu, maka Indonesia pasti akan maju.  Kita akan lihat dalam lima atau sepuluh tahun yang akan datang, Indonesia akan menjadi negara yang terpaksa maju,” ungkap pak Dis yang disambut dengan tepuk tangan oleh para wisudawan.

Yang tidak dijelaskan oleh beliau adalah kondisi hari ini, tentu tidak terlepas dari kontribusi para pengambil kebijakan di negeri ini dalam kurun waktu yang cukup lama.  Peran dan pengaruh kuat para presiden dari masa ke masa yang telah mengantarkan republik ini, mengantarkan seluruh rakyat menuju ke arah kemajuan sehingga tercipta 136 juta rakyat yang siap untuk maju itu.

Bahwa masih ada lebih dari dua puluh juta penduduk yang masih bergelut dengan kemiskinan, masih harus terpaksa memikirkan kebutuhan dasar dan pokoknya sehari hari, hingga hari ini, tentu harus juga diakui. Itulah tugas pemerintah selanjutnya, untuk menanggulanginya. Tugas pemerintah pulalah untuk mengentaskannya, mengeluarkan mereka dari jaring kemiskinan, untuk selanjutnya turut serta dalam barisan penduduk yang siap maju. Apakah secara intra generasi atau antar generasi.  Yang dapat dimainkan oleh pemerintah sesungguhnya adalah mengambil kebijakan yang dapat mempercepat proses pengentasan kemiskinan, selaras dengan bergeraknya 136 juta rakyat yang dimaksud oleh pak Dahlan itu. Dalam kalimat yang jadi judul salah satu buku saya, harus ada “Affirmative Policy” yang secara konsisten dijalankan pemerintah, sehingga kelompok masyarakat miskin, terutama di daerah daerah yang tertinggal, akan lebih cepat terentaskan.  Lebih cepat dari harapan kaum miskin itu sendiri.

Bagaimana dengan NTB?
Kalau kita menggunakan bahasanya Pak Dahlan Iskan, maka NTB juga termasuk didalam barisan bangsa yang akan ‘terpaksa’ maju.  Di NTB, ada sekitar 3,6 juta penduduk yang sudah siap maju; kalau kita menggunakan kamusnya pak Dahlan.  Yang sudah tidak risau dengan kebutuhan dasar sehari hari. Sekarang saja kita sudah mulai merasakan itu.  Baru setahun BIL beroperasi, dinamika perekonomian daerah ini mulai terasa meningkat secara signifikan.  Indikator paling sederhana untuk mengukur kemajuan ekonomi adalah mulai padatnya arus kendaraan di jalan raya; daya beli masyarakat  mulai meningkat. Para pengembang property kewalahan untuk menyediakan komplek perumahan yang ditawarkan. “Kita menjual rumah di NTB ini seperti menjual kacang goreng saja; berapapun yang ditawarkan, tidak perlu waktu lama, langsung terjual,” ungkap salah seorang pengembang pada penulis, suatu ketika.  “Bank-bank mulai melirik NTB untuk membuka kantor cabangnya,” kata Pemimpin Bank Indonesia Mataram suatu ketika.  “Itu artinya ekonomi di NTB sudah mulai menggeliat,” kata beliau.  Karena memang tidak mungkinlah sebuah bank akan membuka kantor cabang tanpa didasari oleh kajian yang mendalam dan akurat tentang daya beli dan prospek ekonomi di suatu daerah.  “Bukan hanya bank milik pemerintah dan swasta nasional, tapi bank asingpun sudah banyak yang mengurus ijinnya, untuk membuka cabang di NTB,” lanjut beliau.  “Hitung saja jumlah ATM yang ada sekarang. Dari berbagai nama bank,” pungkasnya.

Saya membayangkan, kalau saja Mandalika Resort mulai dibangun tahun ini,  beberapa usaha pertambangan yang sudah siap eksploitasi juga dimulai, seperti marmer di Bima, lantas pabrik pengolahan hasil laut di Teluk Santong, pabrik rumput laut di Dompu dan Lombok Timur, untuk menyebut beberapa simpul ekonomi yang sudah pasti beroperasi di NTB, Gerakan Seratus Ribu Wirausaha Baru sukses, maka apa yang disampaikan pak Dahlan tersebut bukanlah bualan seorang mantan wartawan.  Tapi adalah suatu keniscayaan yang secara teoritis memang seharusnya akan terjadi.  Kalau bahasa agamanya, sudah menjadi sunatullah.  Bahwa dalam lima - sepuluh tahun ke depan, Indonesia, dan NTB di dalamnya akan menjadi maju.  Tinggal bagaimana pemerintah daerah menjaga kondusifitas daerah, meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan penduduk,  memelihara dan terus mengembangkan berbagai infrastruktur dan menjamin ketersediaan energi yang diperlukan untuk membangun. 

Dari berbagai perbaikan angka-angka indikator yang yang pernah saya tulis sebelumnya, sebagai dampak dari kerja keras masyarakat dan pemerintah serta dunia usaha selama lima atau sepuluh tahun terakhir, maka manakala Indonesia ‘terpaksa’ maju (meminjam istilah pak Dahlan Iskan) suatu ketika nanti, maka, NTB pun akan ikut didalam kemajuan itu.  Kalaupun masih ada yang pesimis, bahkan cenderung skeptis, maka kita, bagian dari yang optimis dan selalu berfikir positif , jangan pernah terpengaruh.  Seperti katanya pak Dahlan kepada para para wisudawan UB hari itu: ”kalian memiliki kesempatan untuk memilih, apakah akan ikut gelombang kemajuan bersama dengan 136 juta rakyat Indonesia yang sudah siap maju, atau terlena dengan fikiran-fikiran pesimis dan skeptis yang membawa kalian sebagai orang yang selalu mengeluh dan menyalahkan keadaan.”  Wallahu ‘alam bissawab. (Surabaya, 21 Oktober 2012)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar