Rabu, 18 September 2013

ANGKA KEMISKINAN NTB TURUN LAGI


ANGKA KEMISKINAN NTB TURUN LAGI, alhamdulillah

Oleh Dr. Rosiady Sayuti

Ketika pertama kali  mendengar release BPS NTB bahwa angka prosentase kemiskinan di NTB telah menurun di bawah dua puluh persen, yaitu pada posisi 19,87% pada tahun 2011, Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur NTB sangat senang. Itu artinya, apa yang beliau harapkan ketika mula pertama memimpin NTB telah menunjukkan tanda tanda keberhasilan.

Saya ingat betul, dalam salah satu arahannya, pak Gubernur menyatakan bahwa “apapun yang kita laksanakan dalam membangun daerah ini, muaranya adalah pada peningkatan kesejahteraan rakyat dan penurunanan angka kemiskinan. Tidak ada artinya infrastruktur yang hebat, jalan, jembatan listrik, irigasi, dan lain-lain, jika kita tidak bisa menekan angka pengangguran dan menurunkan angka kemiskinan.”  Beliau memang sangat ‘concern’ dengan masalah kemiskinan ini.  Sebagai Tuan Guru, suatu ketika beliau ditanya oleh jemaah, apakah mungkin kemiskinan itu ditiadakan dari muka bumi, padahal menjadi miskin itu adalah takdir Allah SWT.  Sebagai salah seorang jemaah yang hadir dalam pengajian itu, saya menunggu betul, apa yang akan beliau jelaskan. Karena seringkali saya mendengar dalam pengajian kalau mereka yang hidupnya miskin justru nanti akan bersama Nabi masuk surga.

Menjawab pertanyaan tersebut, beliau tentu menjelaskan atas dasar Qur’an dan hadits Nabi. Beiau menyatakan bahwa ……”adalah benar, miskin itu adalah takdir Allah. Tapi jangan lupa, menjadi kaya juga adalah takdir Allah. Berpulang kepada kita, mahluk yang namanya manusia ini. Yang diberikan keistimewaan akal oleh Allah SWT.  Apakah mau menjadi miskin atau berihtiar agar bisa menjadi kaya. Sama sama kita menjemput takdir Allah.” Cukup panjang beliau kemudian memberikan motivasi kepada jemaah, yang diharapkan dapat membangkitkan semangat ekonomi atau semangat berproduksi dari masyarakat.   Menurut beliau, tidaklah mungkin kesejahteraan, kekayaan, tingginya tingkat pendidikan,  baiknya derajat kesehatan masyarakat, dapat kita raih tanpa melalui kerja keras seluruh penduduk bersama pemerintah. “masing-masing dengan porsi dan tugas pokok masing-masing,” jelas pak Gubernur dalam kapasitas sebagai Tuan Guru di hadapan jemaah yang ribuan jumlahnya itu.

Psikologi 20%

Secara sederhana, prosentase kemiskinan di suatu daerah dapat kita kategorikan menjadi tiga kategori, yaitu di bawah sepuluh persen, belasan persen, dan diatas dua puluh persen. Kalau meminjam pengklasan dalam olah raga, di bawah sepuluh persen itu papan atas, belasan persen itu papan tengah, dan di atas dua puluh persen itu papan bawah.  Nah, ketika kita kemudian dapat menembus angka psikologis itu, maka dari kategori itu, dapatlah kita katakan bahwa kita telah berubah kategori dalam hal angka kemiskinan ini, dari papan bawah ke papan tengah.  Meskipun harus kita akui bahwa kalau dilihat dari rangking secara nasional, NTB masih masuk dalam sepuluh besar daerah yang paling tinggi angka kemiskinannya.  Masih relatif jauh dari angka kemiskinan rata rata nasional yang saat ini sudah berada pada posisi 12 persen.  Artinya kita masih harus dapat bekerja lebih keras lagi, lebih terpadu lagi, dan lebih bersinergis lagi dengan para stakeholders yang memiliki komitmen yang sama dalam hal penanggulangan kemiskinan ini.

Namun keberhasilan kita untuk menurunkan agka kemiskinan lebih cepat dari daerah lain (tahun lalu paling cepat ke eempat secara nasional) hendaknya dapat memotivasi kita untuk bekerja lebih keras lagi. Angka penurunan rata rata 1.43% per tahun selama tiga tahun berturut turut belakangan ini, sesungguhnya masih dapat kita ‘genjot’ lagi hingga mencapai penurunan dua persen per tahun, seperti yang ditargetkan dalam RPJMD.  Memang kita masih mengharapkan mulai jalannya satu mega proyek lagi dalam masa masa ini, yaitu pembangunan kawasan Mandalika Resort yang dalam rencana, akan menelan investasi sampai 30 trilyun rupiah.  Kalau mega proyek ini dimulai, insya Allah 2013 ini, maka bukan hal yang tidak mungkin, target penurunan angka kemiskinan dua persen akan dapat terealisasi.  Tugas kita ke depan, adalah menjaga keamanan dan kenyamanan berinvestasi dan berkunjung di daerah ini.  Kita harus hindarkan daerah ini dari konflik antara warga, antar kampung atau desa, atau konflik terbuka lainnya.  Karena pembangunan pariwisata itu sangat rentan dengan hal-hal yang seperti itu.  Tidaklah mungkin akan ada orang mau berkunjung ke suatu tempat yang tidak aman.  Padahal, secara sederhana kita dapat berhitung, bahwa setiap turis yang berkunjung ke suatu daerah, pasti akan memberikan peluang rezeki kepada lima aktor ekonomi sekaligus, yaitu: pemilik penginapan, pemilik restoran, penjual oleh-oleh, pelaku jasa informasi, dan pelaku jasa transportasi.  Nah kalau kalau jutaan turis  datang bekunjung, maka jutaan orang pula yang akan menikmati rezeki Allah yang dititipkan melalui turis tersebut.

Selesainya pembangunan Islamic Center di 2014, insya Allah, pasti juga akan berkontribusi terhadap pembangunan pariwisata ini.  Pengalaman beberapa IC yang ada seperti di Semarang, Samarinda, Depok, dan lain lain menunjukkan hal tersebut.  Akan banyak pengunjung dari luar daerah bahkan luar negeri yang ingin menikmati wisata religi atau wisata spiritual, sebagai ‘icon’ dari destinasi wisata Islamic Center ini.

Demikian juga dam Pandan Duri di Lombok Timur yang direncanakan selesai 2014 juga.  Akan ada lebih dari 13 ribu hektar sawah akan berubah sistem irigasi, menjadi irigasi teknis, dari yang sebelumnya tadah hujan. Ini akan mengubah intensitas dan pola tanam.  Tentu akan menambah rezeki bagi para pemilik sawah yang akan tergenangi dari dam pandanduri tersebut.  Karena desa-desa di sekitar pandanduri ini adalah salah satu sentra buruh migran, maka akan banyak buruh migran kita yang di luar negeri akan kembali ke tanah kelahirannya, akan mengelola sawah ladangnya, sehingga mereka merasa tidak perlu lagi jauh-jauh meninggalkan anak istri untuk mencari rezeki dan keluar dari jerat kemiskinan. Insya Allah. Wallahu ‘alam bissawab. (Bima, 13 Desember 2012)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar