Presentasi
berjudul: "FENOMENOLOGI SEBAGAI METODE"— Transcript presentasi:
1 FENOMENOLOGI SEBAGAI METODE
2 Pengertian Istilah fenomenologi secara
etimologis berasal dari kata fenomenadan logos. Fenomena berasal dari kata
kerja Yunani “phainesthai”yang berarti menampak, dan terbentuk dari akar kata
fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya sinar atau cahaya. Dari kata itu
terbentuk kata kerja, tampak, terlihat karena bercahaya. Dalam bahasa kita
berarti cahaya. Secara harfiah fenomena diartikan sebagai gejala atau sesuatu
yang menampakkan.
3 Donny (2005: 150) menuliskan
fenomenologi adalah ilmu tentang esensi-esensi kesadaran dan esensi ideal dari
obyek-obyek sebagai korelasi dengan kesadaran. Fenomenologi juga merupakan
sebuah pendekatan filosofis untuk menyelidiki pengalaman manusia. Fenomenologi
bermakna metode pemikiran untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru atau
mengembangkan pengetahuan yang ada dengan langkah-langkah logis, sistematis
kritis, tidak berdasarkan apriori/prasangka, dan tidak dogmatis. Fenomenologi
sebagai metode tidak hanya digunakan dalam filsafat tetapi juga dalam ilmu-ilmu
sosial dan pendidikan.
4 Ciri-ciri fenomenologi
Cenderung mempertanyakannya dengan naturalisme atau objektivisme dan positivisme yang telah berkembang sejak renaisans dalam pengetahuan modern dan teknologi. Memastikan kognisi yang mengacu pada yang dinamakan ‘Evidenz’ = kesadaran akan suatu benda. Percaya bahwa tidak hanya satu benda yang ada dalam dunia alam dan budaya.
Cenderung mempertanyakannya dengan naturalisme atau objektivisme dan positivisme yang telah berkembang sejak renaisans dalam pengetahuan modern dan teknologi. Memastikan kognisi yang mengacu pada yang dinamakan ‘Evidenz’ = kesadaran akan suatu benda. Percaya bahwa tidak hanya satu benda yang ada dalam dunia alam dan budaya.
5 Tujuan Fenomenologi Fenomenologi
bertujuan mengetahui bagaimana kita menginterpretasikan tindakan sosial kita
dan orang lain sebagai sebuah yang bermakna (dimaknai) dan untuk
merekonstruksi kembali turunan makna (makna yang digunakan saat berikutnya)
dari tindakan yang bermakna pada komunikasi intersubjektif individu dalam
dunia kehidupan sosial. (Rini Sudarmanti, 2005) tujuan fenomenologi yaitu
untuk mempelajari bagaimana fenomena manusia yang berpengalaman dalam
kesadaran, dalam tindakan kognitif dan persepsi, serta bagaimana mereka dapat
memberi nilai atau dan bagaimana memberi penghargaan. Fenomenologi berusaha
untuk memahami bagaimana orang membangun makna dan konsep kunci
inter-subjektivitas. Pengalaman di dunia berdasarkan pemikiran, adalah
intersubjektif karena kita mengalami dunia dan juga melalui orang lain.
6 Menurut Polkinghorne (Creswell,1998:
51-52) sebuah studi fenomenologis menjelaskan arti dari pengalaman hidup
untuk beberapa orang tentang suatu konsep atau fenomena. Fenomenolog mengeksplorasi
struktur kesadaran dalam pengalaman manusia. Dalam penelitian fenomenologi
melibatkan pengujian yang teliti dan seksama pada kesadaran pengalaman manusia.
Konsep utama dalam fenomenologi adalah makna. Makna merupakan isi penting yang
muncul dari pengalaman kesadaran manusia. Untuk mengidentifikasi kualitas yang
essensial dari pengalaman kesadaran dilakukan dengan mendalam dan teliti
(Smith, etc., 2009: 11).
7 Tokoh yang pertama memperkanalkan
fenomenologi sebagai metode adalah Husserl. Husserl mengenalkan cara mengekspos
makna dengan mengeksplisitkan struktur pengalaman yang masih implisit. Konsep
lain fenomenologis yaitu Intensionalitas dan Intersubyektifitas, dan juga
mengenal istilah phenomenologik Herme-neutik yang diperkenalkan oleh Heidegger.
8 Penelitian fenomenologis fokus pada
sesuatu yang dialami dalam kesadaran individu, yang disebut sebagai
intensionalitas. Intensionalitas (intentionality), menggambarkan hubungan
antara proses yang terjadi dalam kesadaran dengan obyek yang menjadi perhatian
pada proses itu. Intensionalitas adalah keterarahan kesa-daran (directedness of
consciousness). Dan intensionalitas juga merupa-kan keterarahan tindakan, yakni
tindakan yang bertujuan pada satu obyek.
9 Metode fenomenologi Husserl dalam
Denny Moeryadi (2009) dimulai dari serangkaian reduksi-reduksi.
Reduksi dibutuhkan supaya dengan intuisi kita dapat menangkap hakekat obyek-obyek. Reduksi-reduksi ini yang menying-kirkan semua hal yang mengganggu kalau kita ingin mencapai wesenschau. Reduksi pertama, menyingkirkan segala sesuatu yang subyektif. Sikap kita harus obyektif, terbuka untuk gejala-gejala yang harus “diajak bicara”. Kedua, menyingkirkan seluruh pengetahuan tentang obyek yang diselidiki dan diperoleh dari sumber lain. Ketiga:menyingkirkan seluruh reduksi pengetahuan. Segala sesuatu yang sudah dikatakan oleh orang lain harus, untuk sementara dilupakan. Kalau reduksi-reduksi ini berhasil, gejala sendiri dapat memperlihatkan diri, menjadi fenomin (memperlihatkan diri).
Reduksi dibutuhkan supaya dengan intuisi kita dapat menangkap hakekat obyek-obyek. Reduksi-reduksi ini yang menying-kirkan semua hal yang mengganggu kalau kita ingin mencapai wesenschau. Reduksi pertama, menyingkirkan segala sesuatu yang subyektif. Sikap kita harus obyektif, terbuka untuk gejala-gejala yang harus “diajak bicara”. Kedua, menyingkirkan seluruh pengetahuan tentang obyek yang diselidiki dan diperoleh dari sumber lain. Ketiga:menyingkirkan seluruh reduksi pengetahuan. Segala sesuatu yang sudah dikatakan oleh orang lain harus, untuk sementara dilupakan. Kalau reduksi-reduksi ini berhasil, gejala sendiri dapat memperlihatkan diri, menjadi fenomin (memperlihatkan diri).
10 Fenomenologi juga mengadakan refleksi
mengenai pengalaman langsung atau refleksi terhadap gejala/fenomena. Dengan
refleksi ini akan mendapatkan pengertian yang benar dan sedalam-dalamnya. Dalam
fenomenologi hendak melihat apa yang dialami oleh manusia dari sudut pandang
orang pertama, yakni dari orang yang mengalaminya. Fokus fenomenologi bukan
pengalaman partikular, melainkan struktur dari pengalaman kesadaran, yakni
realitas obyektif yang mewujud di dalam pengalaman subyektif orang per orang.
Fenomenologi berfokus pada makna subyektif dari realitas obyektif di dalam
kesadaran orang yang menjalani aktivitas kehidupannya sehari-hari.
11 Alfred Schults sebagaimana
dituliskan oleh Smith, etc
Alfred Schults sebagaimana dituliskan oleh Smith, etc., (2009: 15)mengadopsi dan mengembangkan fenomenologi ini dengan pendekatan interpretatif praktis. Teori tentang interpretative ini bermula dari teori hermeneutik. Dalam studi fenomenologis ini dibantu dengan Analisis Fenomenologi Interpretatif (AFI) atau Interpretative Phenomenologi Analysis (IPA). IPA dalam Smith dan Osborn (2009:97-99) bertujuan untuk mengungkap secara detail bagaimana partisipan memaknai dunia personal dan sosialnya. Sasaran utamanya adalah makna berbagai pengalaman, peristiwa, status yang dimiliki oleh partispan. Juga berusaha mengeksplorasi pengalaman personal serta menekankan pada pesepsi atau pendapat personal seseorang individu tentang obyek atau peristiwa.
Alfred Schults sebagaimana dituliskan oleh Smith, etc., (2009: 15)mengadopsi dan mengembangkan fenomenologi ini dengan pendekatan interpretatif praktis. Teori tentang interpretative ini bermula dari teori hermeneutik. Dalam studi fenomenologis ini dibantu dengan Analisis Fenomenologi Interpretatif (AFI) atau Interpretative Phenomenologi Analysis (IPA). IPA dalam Smith dan Osborn (2009:97-99) bertujuan untuk mengungkap secara detail bagaimana partisipan memaknai dunia personal dan sosialnya. Sasaran utamanya adalah makna berbagai pengalaman, peristiwa, status yang dimiliki oleh partispan. Juga berusaha mengeksplorasi pengalaman personal serta menekankan pada pesepsi atau pendapat personal seseorang individu tentang obyek atau peristiwa.
12 IPA berusaha memahami secara “seperti
apa” dari sudut pandang partisipan untuk dapat berdiri pada posisi mereka.
“Memahami” dalam hal ini memiliki dua arti, yakni memahami-interpretasi dalam
arti mengidentifikasi atau berempati dan makna kedua memahami dalam arti
berusaha memaknai. IPA menekankan pembentukan-makna baik dari sisi partisipan maupun
peneliti sehingga kognisi menjadi analisis sentral, hal ini berarti terdapat
aliansi teoritis yang menarik dengan paradigma kognitif yang sering digunakan
dalam psikologi kontemporer yang membahas proses mental.
13 Prosedur Penelitian Tidak ada panduan
resmi melakukan penelitian fenomenologi. Langkah ini dibuat sekedar membantu
mahasiswa melakukan penelitian dengan fenomenologi dengan berlandaskan pada
paradigma interpretivismen: Masalah Penelitian Mempertanyakan makna suatu
peristiwa atau tindakan bagi seseorang Misal : Bagaimana Kehidupan Guy bagi
seseorang ? Obyek dan Subyek Obyek Penelitian : Sesuatu yang ingin dikaji, makna
kehidupan guy Subyek penelitian: Seseorang yang berperilaku Guy Sumber Data Key
Informan : Guy Informan : Keluarga si Guy, Pakar Psikologi, Pakar Budaya, dan
Pakar Agama
14 Teknik Pengumpulan Data
Depth Interview Observasi Partisipasi Keabsahan Data Triangulasi Data Triangulasi Metode Triangulasi sumber 6. Analisa Data Tahap-tahap Interpretative Phenomenological Analysis yang dilaksanakan sebagai berikut: 1) Reading and re-reading; 2) Initial noting; 3) Developing Emergent themes; 4) Searching for connections across emergent themes; 5) Moving the next cases; and 6) Looking for patterns across cases.
Depth Interview Observasi Partisipasi Keabsahan Data Triangulasi Data Triangulasi Metode Triangulasi sumber 6. Analisa Data Tahap-tahap Interpretative Phenomenological Analysis yang dilaksanakan sebagai berikut: 1) Reading and re-reading; 2) Initial noting; 3) Developing Emergent themes; 4) Searching for connections across emergent themes; 5) Moving the next cases; and 6) Looking for patterns across cases.
15 Referensi
Moustakas, Clark
Phenomenological Research Methods. California: SAGE Publications.
Littlejohn,
S. W Theories of Human Communication 6th Edition. Belmont, CA: Wadsworth.
Creswell, John W Research Design: Qualitative & quantitativee approach.
Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage. Denzim, Norman K., and Lincoln, Yvonna
S.(Editor) Handbook of qualitative research. Thousand Oaks, London, New Delhi:
Sage.
Denny Moeryadi Pemikiran Fenomenologi menurut Edmund Husserl. Dipublikasi
oleh jurnalstudi.blogspot.
Donny Fenomenologi dan Hermeneutika: sebuah
Perbandingan. Dipublikasi oleh kalamenau.blogspot.
Lindlof, Thomas R
Qualitative communication research method. Thousand Oaks, London, New Delhi:
Sage.
Myers, M. D. "Qualitative research in information systems,"
Journal. MIS Quarterly. 21;2; 1997; pp MISQ Discovery, archival version,
discovery/MISQD_isworld/.
Morse, Janice M Critical issues in qualitative
research method. Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage.
Smith, Jonathan A.,
Flowers, Paul., and Larkin. Michael Interpretative phenomenological analysis:
Theory, method and research. Los Angeles, London, New Delhi, Singapore,
Washington: Sage.
Smith, Jonathan A. (ed.) Psikologi kualitatif: Panduan
praktis metode riset. Terjemahan dari Qualitative Psychology A Practical Guide
to Research Method. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wengraf, Tom Qualitative
research interviewing. Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar