Selasa, 29 Oktober 2019

BAHAN BACAAN FENOMENOLOGI (1)



Edmund Husserl dan Fenomenologi

Edmund Gustav Albrecht Husserl adalah nama asli dari Edmund Husserl yang disebut - sebut sebagai pencetus teori fenomenologi dalam ilmu filsafat manusia. Ia lahir di Prostejov, Moravia, Ceko (yang saat itu merupakan bagian dari kekaisaran Austria). Karyanya meninggalkan orientasi yang murni positiv dalam sains dan filsafat pada masanya dan mengutamakan pengalaman subyektif sebagai sumber dari semua pengetahuan kita tentang fenomenologi obyektif. Ia dilahirkan dalam sebuah keluarga Yahudi di Prostejov.  Husserl adalah murid Franz Brentano dan Carl Stumpf, karya filsafatnya mempengaruhi antara lain, Edith Stein (St. Teresa Benedicta dari Salib) Eugen Fink, Max Scheler, Martin Heidegger, Jean Paul Sartre, Emmanuel Levinas, Rudolf Carnap, Hermann Weyl, Marice Merlau Ponty dan Roman Ingarden. Pada tahun 1886, dia mempelajari psikologi dan banyak menulis tentang fenomenologi. Tahun 1887, Husserl pindah agama menjadi kristen dan bergabung dengan Gereja Lutheran.

Ia mengajar filsafat di Halle sebagai seorang tutor (Privatedozent) dari tahun 1887, lalu di Gottingen sebagai profesor dari 1901, dan di Frenburg im Breisgau dari 1916 hingga pensiun pada tahun 1928. Setelah itu ia melanjutkan penelitiannya dan menulis dengan menggunakan perpustakaan Frenburg, hingga kemudian dilarang menggunakannya karena ia keturunan Yahudi yang saat itu di pimpin oleh rektor dan sebagian karena pengaruh dari bekas muridnya yang juga anak emasnya, Martin Heidegger. Husserl meninggal dunia di Frenburg pada tanggal27 April 1938 dalam usia 79 tahun akibat penyakit pneumonia.

Sementara itu dalam penelurusan Bernet dan kawan - kawannya dalam bukunya "An Introduction to HUsserlian Phenomenology" dapat ditemukan keseluruhan karya Husserl, dan di pilahnya dengan kategorisasi yang rinci.Sebagai seorang fenomenologi, Husserl mencoba menunjukkan bahwa melalui metode fenomenologi mengenai pengarungan pengalaman biasa menuju pengalaman murni, kita bisa mengetahui kepastian absolut dengan susunan penting obyek - obyek merupakan tujuan aksi - aksi tersebut. Dengan demikian filsafat akan menjadi sebuah ilmu setepat - tepatnya dan pada akhirnya kepastian akan diraih.

Lebih lanjut lagi Husserl berpendapat bahwa ada kebenaran untuk semua orang dan manusia dapat mencapainya. Dan untuk menemukan kebenaran ini, seseorang harus kembali kepada realitas diri. Dalam bentuk slogan, Husserl menyatakan "Zuruck zu den sachen Selbst" kembali kepada benda - benda itu sendiri, merupakan inti dari pendekatan yang dipakai untuk mendeskripsikan realitas menurut apa adanya. Setiap obyek memiliki hakekat dan hakekat itu berbicara kepada kita jika kita membuka diri kepada gejala - gejala yang kita terima. Kalau kita mengambil jarak dari obyek itu, melepaskan obyek itu dari pengaruh pandangan - pandangan lain, dan gejala - gejala itu kita cermati, maka obyek itu berbicara sendiri mengenai hakekatnya dan kita memahaminya berkat intuisi dalam diri kita.

Namun demikian yang perlu dipahami adalah bahwa benda realitas ataupun obyek tidaklah secara langsung memperlihatkan hakekatnya sendiri. Apa yang kita temui dari kata benda - benda itu dalam pemikiran biasa bukanlah hakekat. Hakekat benda itu ada dibalik yang kelihatan itu. Karena pemikiran pertama (first look) tidak membuka tabir yang menutup hakekat, maka diperlukan pemikiran kedua (second look). Alat yang digunakan untuk menemukan pada pemikiran kedua ini adalah intuisi dalam menemukan hakekat yang disebut dengan Wesenchau melihat (secara intuitif) hakekat gejala - gejala.

Dalam melihat hakekat dengan intuisi ini, Husserl memperkenalkan pendekatan reduksi, yaitu penundaan segala pengetahuan yang ada tentang obyek sebelum pengamatan itu dilakukan. Reduksi ini juga dapat diartikan sebagai penyaringan atau pengecilan. Reduksi ini merupakan salah satu prinsip dasar sikap fenomenologis, dimana untuk mengetahui sesuatu seorang fenomenolog bersikap netral dengan tidak menggunakan teori - teori atau pengertian - pengertian yang telah ada sehingga obyek diberi kesempatan untuk berbicara tentang dirinya sendiri.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa fenomena dipandang dari 2 sudut. Pertama, fenomena selalu "menunjuk ke luar" atau berhubungan dengan realitas di luar pikiran. Kedua, fenomena dari sudut kesadaran kita, karena selalu berada dalam kesadaran kita. Maka dalam memandang fenomena harus terlebih dahulu melihat penyaringan (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran yang murni. Fenomenologi menghendaki ilmu pengetahuan secara sadar mengarahkan untuk memperhatikan contoh tertentu tanpa prasangka teoritis lewat pengalaman - pengalaman yang berbeda dan buan lewat koleksi data yang besar untuk suatu teori umum di lua substansi sesungguhnya.

Fenomenologi adalah ilmu tentang esensi - esensi kesadaran dan esensi ideal dari obyek - obyek sebagai korelasi kesadaran. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya agar esensi - esensi tersebut tetap pada kemurniannya, karena sesungguhnya fenomenologi menghendaki ilmu pengetahuan secara sadar mengarahkan untuk memperhatikan contoh tertentu tanpa prasangka teoritis lewat pengalaman - pengalaman yang berbeda dan bukan lewat koleksi data yang besar untuk suatu teori umum di luar substansi sesungguhnya, dan tanpa terkontaminasi kecenderungan psikologisme dan naturalisme. Husserl mengajukan satu prosedur yang dinamakan epoche (penundaan semua asumsi tentang kenyataan demi memunculkan esensi). Tanpa penundaan asumsi naturalisme dan psikologisme. Kita akan terjebak pada dikotomi (subyek-obyek yang menyesatkan atau bertentangan satu sama lain).

Contohnya saat mengambil gelas. Kita tidak memikirkan secara teoritis (tinggi, berat, lebar) melainkan menghayatinya sebagai wadah penampung air untuk diminum. Ini yang hilang dari pengalaman. Kita kalau kita menganut asumsi naturalisme. Dan ini yang kembali dimunculkan oleh Husserl. Akar filosofis fenomenologi Husserl ialah dari pemikiran gurunya, Franz Brentano. Dari Brentano-lah Husserl mengambil konsep filsafat sebagai ilmu yang rigoris (sikap pikiran di mana dalam pertentangan pendapat mengenai boleh tidaknya suatu tindakan atau bersikeras mempertahankan pandangan yang sempit dan ketat). Sebagaimana juga bahwa filsafat terdiri atas deskripsi dan bukan penjelasan kausal. Karena baginya fenomenologi bukan hanya sebagai filsafat tetapi juga sebagai metode, karena dalam fenomenologi kita memperoleh langkah - langkah dalam menuju satu fenomena yang murni.

Menurut Husserl 'prinsip segala prinsip' ialah bahwa hanya intuisi langsung (dengan tidak menggunakan perantara apa pun juga) dapat dipakai sebagai kriteria terakhir dibidang filsafat. Hanya saja apa yang secara langsung diberikan kepada kita dalam pengalaman dapat dianggap benar "sejauh diberikan". Dari situ Husserl menyimpulkan bahwa kesadaran harus menjadi dasar filsafat. Alasannya ialah bahwa hanya kesadaran yang diberikan secara langsung kepada kita manusia sebagai subyek.

Fenomen merupakan realitas sendiri yang tampak tidak ada selubung yang memisahkan realitas dari kita. Kesadaran menurut kodratnya mengarah pada realitas. Kesadaran selalu berarti kesadaran akan sesuatu. Kesadaran menurut kodratnya bersifat intensionalitas, karena intensionalitas merupakan unsur hakiki kesadaran. Dan justru karena kesadaran ditandai oleh intensionalitas fenomen harus dimengerti sebagai sesuatu hal yang menampakkan diri.

Maka sebagai hasil dari metode fenomenologi Husserl ialah perhatian baru untuk intensionalitas kesadaran. Kesadaran kita tidak dapat dibayangkan tanpa sesuatu yang disadari. Supaya ada kesadaran diandalkan tiga hal, yaitu bahwa ada suatu subyek yang terbuka untuk obyek - obyek yang ada. Fakta bahwa kesadaran selalu terarah kepada obyek - obyek disebut intensionalitas. Kiranya tidak dapat mengatakan bahwa kesadaran mempunyai intensionalitas, karena kesadaran itu justru adalah intensionalitas itu sendiri. Entah kita sungguh - sungguh melihat suatu pemandangan itu atau tidak tetapi bila kita masih menyadari perbedaan antara kedua kemungkinan ini, maka kita tetap menyadari sesuatu. Kesadaran tidak pernah pasif, karena menyadari sesuatu berarti mengubah sesuatu. Kesadaran itu bukan berarti suatu cermin atau foto. Kesadaran itu suatu tindakan. Artinya terdapat interaksi antara tindakan kesadaran dengan obyek kesadaran. Namun, interaksi ini tidak boleh dianggap sebagai kerjasama antara dua unsur yang sama penting. Karena akhirnya, hanya ada kesadaran obyek yang disadari itu hanyalah suatu ciptaan kesadaran.

Ada beberapa aspek yang penting dalam intensionalitas Husserl, yakni :
1. Lewat intensionalitas terjadi objektivitas. Artinya bahwa unsur - unsur dalam arus kesadaran menunjuk kepada suatu objek terhimpun pada suatu objek tertentu.
2. Lewat intensionalitas terjadilah identifikasi. Hal ini merupakan akibat objektifikasi tadi, dalam arti bahwa berbagai data yang tampil pada peristiwa - peristiwa kemudian masih pula dapat dihimpun pada objek ebagai hasil objektivikasi tersebut.
3 Intensionalitas juga saling menghubungkan segi - segi suatu objek dengan segi - segi yang mendampinginya
4. Intensionalitas mengadakan pula konstitusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar