Rabu, 12 Agustus 2015

MEMBANGUN VISI KOTA


MEMBANGUN VISI KOTA
Oleh Dr. Rosiady Sayuti

Secara sederhana, membangun dapat diartikan sebagai upaya untuk melakukan perubahan.  Dengan kata lain, pembangunan adalah perubahan. Tentu perubahan dari suatu keadaan tertentu, menjadi suatu kondisi yang lebih baik, di segala aspek kehidupan; baik itu sosial, politik, ekonomi, infrastruktur, dan lain-lain.

Pembangunan atau perubahan itu sesungguhnya adalah sebuah keniscayaan. Dalam suatu masyarakat, apalagi yang telah berpendidikan, maka perubahan itu pasti akan terjadi.  Baik cepat atau lambat.  Masyarakat, dengan keberadaan sumberdaya manusia yang nota bene adalah pelaku dari sebuah proses perubahan, secara alamiah pasti akan berkembang.

Kehadiran seorang pemimpin di tengah-tengah masyarakat, juga sebuah keniscayaan.  Dalam setiap komunitas, selalu saja lahir orang-orang yang memang diberikan amanah oleh Tuhan untuk menjadi pemimpin di kelompok masing-masing.  Pemimpin itu diperlukan, dalam rangka menjamin berbagai perubahan yang terjadi dalam suatu proses pembangunan, tidak merugikan pembangunan itu sendiri. Dan yang lebih penting, agar perubahan itu mejadi lebih terarah sesuai dengan visi kota yang telah dibangun.

Pentingnya visi
Secara sederhana, visi adalah suatu tujuan yang merupakan kehendak bersama warga kota, ke arah mana pembangunan atau perubahan suatu kota akan menuju.  Visi sebuah kota hendaknya dapat diukur, atau paling tidak dirasakan oleh warga kota. Sebagai contoh, ketika awal kota Mataram terbentuk, dibawah kepemimpinan Drs. H. Mujitahid, visi kota Mataram adalah sebagai Kota Ibadah, yaitu singkatan dari Indah, Bersih, Aman, Damai, dan Harmonis. Sebuah visi sederhana, tapi kemudian ukurannya menjadi mudah untuk diukur ataupun dirasakan oleh warga kota Mataram. Berbeda dengan Mataram Maju dan Religius dan Berbudaya, yang mengukurnya relatif lebih sulit.

Ada juga kota atau daerah yang membangun visinya lebih spesifik.   Misalnya Kota Bandung, sebagai kota jasa yang Bermartabat (Bersih, Makmur, Taat, dan Bersahabat); Yogyakarta memiliki visi sebagai kota pendidikan yang berkualitas, berkarakter, dan inklusif, pariwisata berbasis budaya, dan pusat pelayanan jasa yang berwwassan lingkungan dan ekonomi kerakyatan.  Kota Medan, menjadi kota metropolitan yang berdayasaing, nyaman, peduli, dan sejahtera.  Kota Manado,  visinya ingin menjadi kota model ekowisata. Untuk kota Mataram ke depan, berpulang kepada kita.

Kalau kita mengacu kepada konsep MP3EI, dimana NTB bersama dengan Bali dan NTT ditetapkan sebagai gerbang pariwisata nasional, maka visi Kota Mataram hendaknya bagaimana membangun Kota Mataram menuju ke arah kota pariwisata.   Artinya, pembangunan kota Mataram ke depan harus didasari oleh keinginan agar kota Mataram menjadi daerah tujuan utama para wisatawan, baik nusantara ataupun manca negara.

Pertanyaannya kemudian, apa yang harus dilakukan untuk mencapai visi tesebut?  Jawabannya sederhana.  Harus dibangun berbagai destinasi wisata yang menarik, yang akan menjadi ‘buah bibir’ para wisatawan. Yang akan membuat para pelancong tidak merasa cukup sekali saja datang ke Mataram.   Islamic Center yang berada di jantung kota Mataram harus dapat dikemas sedemikian rupa, sehingga memiliki daya tarik tersendiri. Demikian pula Pura Mayura, dengan nukilan kisah sejarahnya yang pasti menarik. Mungkin pula ada bangunan gereja yang memiliki nilai sejarah, misalnya dibangun sejak zaman penjajahan dan lain-lain.   Mataram memiliki museum negeri yang dapat dikembangkan ke depan.

Mataram juga memiliki kampung kampung tradisional dengan ciri khas yang tidak dimiliki oleh kota lain di Indonesia.  Misalnya Kekalik dengan penduduknya yang sebagian besar merupakan pengrajin tahu tempe; atau Babakan atau Getap dimana masih banyak dapat ditemukan pengrajin besi atau pande besi.  Atau Sekarbela sebagai pusat pengrajin mutiara.  Atau ada kampung atau desa-kelurahan yang memiliki ke khasan tersendiri, yang kalau dikemas dengan perspektif pariwisata, pasti akan menjadi destinasi wisata yang menarik bagi wisatawan.

Dari segi kesenian, Mataram juga memiliki khasanah luar biasa.  Dasan Agung terkenal dengan kesenian rebana dan (juga) drama cupak gerantang.  Punia, Karang Kelok dan Monjok (pernah) terkenal dengan rudatnya.  Kampung Melayu Ampenan dengan burdah atau ardahnya, dan juga tentu orkes melayunya, dan lain-lain dan lain-lain.

Ada juga gagasan menjadikan kali jangkuk sebagai salah satu destinasi wisata. Dengan mengadakan festival atau kegiatan kesenian yng rutin, dan tentu dengan penataan kali jangkuk yang bersih dan indah.

Kesemuanya itu, mungkin juga banyak yang belum saya tuliskan, adalah potensi yang dapat dikembangkan ketika kita sepakat menjadikan Kota Mataram sebagai Kota Pariwisata. Sebuah visi yang sederhana, tapi memiliki implikasi yang luar biasa.  Apa yang dulu pernah menjadi visi Mataram Kota Ibadah, yaitu Indah, Bersih, Aman, Damai, dan Harmonis, adalah modal utama sebuah daerah destinasi wisata. Demikian juga visi Maju, Religius dan Berbudaya.

Ketika semua warga bersepakat untuk itu, lantas kebijakan pemerintah juga mendukung ke arah itu, maka lima tahun ke depan dan seterusnya, Mataram akan dibanjiri oleh para wisatawan dari berbagai pelahan wilayah di nusantara maupun manca negara.  Bukan hanya sebagai tempat menginap atau makan minum, tapi sebagai sebuah destinasi tersendiri yang menjadikan wisatawan betah berhari-hari.  Indikatornya itu saja. Atau ada fikiran lain? Wallahu a’lam bissawab.  (Jkt, 14/07/15)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar