Kamis, 09 Oktober 2014

SATU NTB SATU DATA


SATU NTB SATU DATA

Oleh Dr. Rosiady Sayuti


Salah satu hal yang Belanda tidak mau berikan kepada kita ketika mereka menjajah bangsa kita ratusan tahun adalah terkait dengan penata usahaan data.  Saya katakan demikian karena sejak zaman dulu hingga sekarang, Belanda sangat terkenal dengan kerapiannya dalam menata dan menyimpan data yang mereka punya.  Termasuk data ejarah, data kependudukan, data pembangunan, data dimbidang sosial, ekonomi, politik, dan lain-lain.   Buktinya, berbagai data sejarah yang dimiliki Indonesia sejaka ratusan tahun silam, masih tersimpan hingga sekarang, di berbagai perpustakaan di negeri Belanda.


Berbagai dokumen kuno yang sangat bernilai yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia dalam bentuk tulisan-tulisan ataupun benda-benda bersejarah peninggalan kerajaan-kerajaan di Indonesia, dapat kita temukan di Belanda.   Ketika penulis berkesempatan untuk mengunjungi Belanda tahun 2010 yang lalu, kami berkesempatan pula mengunjungi museum Leiden.  Kebetulan saat itu yang sedang berada di ruang pameran adalah perhiasan atau mungkin semacam lencana kerajaan yang berasal dari Kerajaan Selaparang.   Menurut petugasnya, banyak benda-benda bersejarah dari Indonesia yang sudah dikembalikan ke museum nasional Indonesia, atas permintaan pemerintah Indonesia. Dengan kata lain, demikian rapinya Belanda menata usahakan dokumen-dokumen dan data yang mereka miliki, dan demikian rapinya juga mereka memelihara data tersebut, sehingga mudah dicari, khususnya bagi para peneliti ataupun para pengambil kebijakan.

Berbeda dengan kita.  Bukan hal yang dianggap aneh, kalau data pembangunan kita tidak sama antara instansi yang satu dengan yang lain.   Apalagi data yang dimiliki pusat dengan yang dimiliki atau dipublikasi oleh daerah.   Meskipun kita sudah memiliki BPS yang menurut Undang-undang, lembaga inilah yang berhak untuk mengeluarkan data resmi di Indonesia.  Itupun masih sering bermasalah;  artinya tidak jarang instansi lain mempersoalkan data yang dipublikasi oleh BPS.

NTB Satu Data
Gagasan membangun sebuah “Bank Data” yang  diakui oleh semua fihak sesungguhnya merupakan harapan semua kita; khususnya para pimpinan kita di daerah ini.  Gubernur NTB, Bapak Dr. TGH M Zainul Majdi, dalam beberapa kesempatan mempertanyakan tingkat akurasi data yang masuk ke meja beliau, karena dari sumber yang lain, data untuk satu hal, bisa berbeda.  Beliau sangat cermat dengan data yang sifatnya kuantitatif.   Daya ingat beliau sangat tinggi.   Oleh karena itu, kalau kita melaporkan sesuatu dengan data yang sifatnya angka-angka, tidak boleh salah.   Karena angka itu akan beliau ingat terus, sehingga kalau ada masuk data yang sama dengan angka yang berbeda, pasti akan beliau pertanyakan.  Dalam suatu rapat pimpinan, beliau pernah menanyakan, “kapan kita bisa memiliki data yang terintegrasi, yang merupakan hasil koordinasi dari semua instansi terkait, termasuk melibatkan BPS, sehingga kita memiliki satu data untuk satu persoalan.”  Itulah yang kemudian kita formulasi dengan satu gagasan yang bertajuk NTB Satu Data.

Secara kebetulan di Bappeda ada lembaga donor dari Australia, yang bernama AIPD, atau Australia Indonesia Partnership for Decentralization, yang membantu Pemda dalam membangun good governance, termasuk membangun hal-hal yang berkait dengan data.  Bahkan mereka telah berpengalaman membantu provinsi NTT dengan lembaga dan kantor “resouce center” nya.   Oleh karena itu, seperti “pucuk dicinta ulam tiba,” ketika gagasan NTB yang ingin memiliki “satu NTB satu data” kami diskusikan, mereka menyambutnya dengan antusias.   Maka sejak 2011, dimulailah rencana pembangunan resource center tersebut dengan mengirimkan beberapa staf dari Pemda untuk study banding ke NTT dan Jawa Barat.  Kita ke NTT untuk melihat bentuk kelembagaan dan bahkan juga gedung data yang dibangun atas bantuan dari AIPD.   Sedangkan di Jawa Barat kita mempelajari seperti apa lembaga sejenis mereka bangun.  

Ternyata di Jawa Barat ini sudah memiliki lembaga yang bernama “Jabar Satu Data.”  Lembaga ini berdiri dan menjadi UPT di bawah Bappeda Jabar, sejak tahun 2010.  Mereka punya gedung sendiri, dan sekarang telah menjadi pusat data yang operasional dan fungsional.  Berbagai data yang umum maupun khusus yang biasanya diterbitkan oleh BPS, mereka terbitkan.  Mereka memang sudah menanda tangani kerjasama dengan BPS, sehingga data yang dikeluarkan harus sinkron.  Tidak boleh berbeda.  Dalam perkembangannya, pusat data ini juga memanfaatkan teknologi informasi, sehingga masukan data dari berbagai instansi di jajaran pemprov atau kabupaten/kota dapat secara cepat di entry.  Ada operator data entry yang dilatih, di setiap instansi.  Setelah data masuk dan terkumpul, barulah kemudian diadakan rapat sinkronisasi dan verifikasi, sebelum kemudian dipublikasi.

Kira kira seperti itulah, NTB SATU DATA yang ingin diwujudkan, sebagai implementasi dari diskusi dan juga perjalanan yang cukup panjang selama ini.  Jika tidak ada aral melintang, pada tanggal 2 September 2014 ini, Gubernur NTB akan meresmikan pusat data yang diberi nama BALE ITE, yang gedungnya telah selesai direnovasi di Jalan Majapahit, tidak jauh dari perpustakaan wilayah, atas bantuan dari AIPD tersebut.   Setelah gedung diresmikan, tentu harus segera ditetapkan bentuk kelembagaannya.  Apakah akan meniru Jawa Barat, yakni dalam bentuk UPT di bawah Bappeda, ataukah bentuk lain, UPT dibawah Badan Perpusda, atau seperti apa.   Yang pasti adalah, Bale Ite harus menjadi pusat layanan data dan informasi yang terbuka dan bermanfaat bagi seluruh warga masyarakat, terlebih bagi para mahasiswa, dosen, peneliti, dan masyarakat terpelajar lainnya yang selalu haus akan data.  Tentu yang utama adalah bagi para pengambil kebijakan didaerah ini, sehingga data yag tersaji di Bale Ite tersebut, benar-benar sudah melalui proses uji sahih yang ilmiah.  Ada SOPnya, dalam memproduksi dan mempublikasi data.   Dengan demikian, impian untuk memiliki “Satu NTB Satu Data” di daerah ini benar-benar terwujud. Wallahu a’lam bissawab.  (Jambi, 270814)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar